Efisiensi Anggaran Pengaruhi Pengawasan Perbatasan RI-Malaysia: Tantangan Baru dalam Penanganan Migrasi Ilegal

Efisiensi Anggaran Pengaruhi Pengawasan Perbatasan RI-Malaysia: Tantangan Baru dalam Penanganan Migrasi Ilegal

Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah berdampak signifikan pada pengawasan jalur tikus di perbatasan Indonesia-Malaysia, khususnya di Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan meningkatnya jumlah pekerja migran Indonesia (PMI) ilegal yang masuk ke Malaysia. Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Nunukan, Kombes Pol. FJ Ginting, mengungkapkan bahwa pemangkasan anggaran telah mengurangi jangkauan pengawasan terhadap jalur-jalur tikus yang sebelumnya mencapai sekitar seratus titik. Kini, hanya sebagian kecil jalur yang dapat diawasi secara efektif, menciptakan celah bagi para PMI ilegal untuk masuk ke Malaysia.

Nunukan, sebagai salah satu jalur utama masuknya PMI ilegal, terus dihadapkan pada tantangan besar. Warga dari berbagai daerah di Indonesia, seperti Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), dan Nusa Tenggara Barat (NTB), masih terus mencoba menyeberang secara ilegal dengan bantuan calo atau tekong. Penangkapan terhadap PMI ilegal masih terus terjadi, menunjukkan betapa efektifnya jaringan ilegal tersebut beroperasi di tengah kendala pengawasan yang terbatas. Sinergi yang kuat antara BP2MI dengan aparat keamanan perbatasan menjadi kunci untuk mengatasi permasalahan ini. Meskipun menghadapi keterbatasan anggaran, pengawasan dan pencegahan tetap menjadi prioritas utama BP2MI Nunukan dalam menjalankan tugasnya. Upaya koordinasi dengan instansi terkait, seperti Konsulat RI di Malaysia, Imigrasi, dan PT Pelni, untuk proses pemulangan PMI yang dideportasi juga terus dilakukan.

Proses pemulangan PMI deportan pun turut terdampak efisiensi anggaran. Jika sebelumnya PMI ditampung selama 4-5 hari di Rusunawa sebelum dipulangkan, kini penampungan hanya dilakukan sehari sebelum keberangkatan kapal Pelni. Efisiensi ini juga diterapkan pada anggaran konsumsi selama masa penampungan. Strategi ini diambil untuk mengoptimalkan penggunaan anggaran yang ada.

Sebagai bentuk solusi jangka panjang, BP2MI Nunukan meluncurkan program “Pulang Jadi Juragan”. Program ini bertujuan untuk memberdayakan PMI deportan dengan memberikan pelatihan keterampilan guna mencegah mereka kembali bekerja ke luar negeri secara ilegal. Pelatihan yang diberikan fokus pada pengolahan komoditas lokal, seperti:

  • Pengolahan menu berbahan dasar rumput laut (komoditas unggulan Nunukan)
  • Seni membatik khas Tidung
  • Pembuatan penganan berbahan dasar pisang (komoditas utama di Pulau Sebatik)

Selain pelatihan keterampilan, BP2MI juga berkolaborasi dengan perbankan untuk memberikan akses permodalan bagi para deportan yang ingin berwirausaha dan menetap di Nunukan. Inisiatif ini diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan mengurangi ketergantungan pada pekerjaan di luar negeri.

Ginting juga menyoroti pentingnya perubahan mindset para PMI. Kepercayaan berlebihan terhadap calo atau tekong, yang dianggap sebagai “pengurus TKI”, menjadi salah satu faktor utama penyebab tingginya angka PMI ilegal. BP2MI Nunukan berkomitmen untuk terus mengedukasi dan mengubah mindset para PMI agar tidak tergoda oleh iming-iming kerja di luar negeri tanpa dokumen resmi dan memahami konsekuensi dari tindakan ilegal tersebut. Upaya ini diharapkan dapat secara bertahap menekan angka PMI ilegal yang masuk ke Malaysia melalui jalur perbatasan Indonesia.