Revisi UU TNI: Pemerintah Hapus Usulan Pelibatan Prajurit dalam Penanganan Narkoba dan Jabatan di KKP
Revisi UU TNI: Perubahan Signifikan dalam Peran dan Jabatan Prajurit
Proses revisi Undang-Undang (UU) Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI memasuki babak baru setelah rapat lanjutan Panitia Kerja (Panja) Revisi UU TNI antara Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah pada Senin malam (17/03/2025). Anggota Komisi I DPR RI, TB Hasanuddin, mengungkapkan sejumlah perubahan signifikan dalam draf revisi, terutama terkait peran prajurit TNI dalam operasi non-militer dan penempatan jabatan di instansi pemerintah.
Salah satu perubahan yang paling menonjol adalah penghapusan usulan pelibatan prajurit TNI dalam penanganan penyalahgunaan narkotika. Awalnya, pemerintah mengusulkan penambahan tiga tugas baru bagi TNI dalam operasi non-militer, termasuk penanganan narkoba. Namun, dalam rapat tersebut, usulan tersebut dicoret, meninggalkan hanya dua tugas: penanggulangan ancaman siber dan penyelamatan Warga Negara Indonesia (WNI) serta kepentingan nasional di luar negeri. Penghapusan ini menunjukkan pergeseran fokus dalam peran TNI, yang kini lebih diarahkan pada tugas-tugas keamanan dan pertahanan negara yang lebih spesifik.
Perubahan lain yang signifikan terdapat pada Pasal 47 UU TNI yang mengatur tentang penempatan prajurit aktif dalam jabatan di kementerian/lembaga. Draf revisi sebelumnya mengusulkan penambahan hingga 16 kementerian/lembaga, namun angka tersebut diturunkan menjadi 15, dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dihapus dari daftar tersebut. Meskipun terdapat pengurangan jumlah kementerian/lembaga, revisi ini tetap menambah lima pos jabatan baru bagi prajurit aktif, didasarkan pada regulasi yang telah ada di masing-masing kementerian/lembaga terkait. Berikut rinciannya:
- Penanggulangan Bencana: Berlandaskan UU 24/2007 dan Perpres 1/2019.
- Keamanan Laut: Berdasarkan Perpres 178/2014 dan UU 32/2014.
- Pengelolaan Perbatasan: Mengacu pada Perpres 44/2017.
- BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme): Sesuai UU No. 5 Tahun 2018.
- Kejaksaan Agung: Berdasarkan UU 11/2021.
Hasanuddin menjelaskan bahwa penambahan pos jabatan ini bertujuan untuk meningkatkan efektivitas dan kepastian hukum dalam tugas-tugas TNI yang telah tertuang dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Ia menambahkan bahwa di luar jabatan-jabatan tersebut, prajurit aktif dapat menduduki jabatan sipil setelah pensiun dari dinas keprajuritan.
Revisi UU TNI juga mencakup perubahan batas usia pensiun prajurit, yang kini diatur berdasarkan pangkat. Sistem klaster usia pensiun yang sebelumnya berlaku (58 tahun untuk perwira dan 53 tahun untuk tamtama dan bintara) diubah menjadi sistem yang lebih rinci berdasarkan pangkat, mulai dari 55 tahun hingga maksimal 63 tahun untuk perwira tinggi bintang empat, dengan kemungkinan perpanjangan maksimal dua tahun. Perubahan ini bertujuan untuk mengakomodasi kebutuhan akan keahlian dan pengalaman di berbagai tingkatan kepemimpinan TNI.
Terakhir, Pasal 39 yang mengatur larangan prajurit terlibat dalam kegiatan politik praktis, bisnis, dan pencalonan diri dalam pemilihan umum tetap dipertahankan. Hal ini menegaskan komitmen pada prinsip-prinsip demokrasi dan supremasi sipil dalam pemerintahan. Dengan revisi ini, DPR dan pemerintah berharap UU TNI yang baru dapat lebih adaptif terhadap perkembangan zaman tanpa mengorbankan prinsip-prinsip dasar tersebut.