Kematian Remaja di Asahan: Investigasi Mendalam Kasus Dugaan Penganiayaan oleh Oknum Polisi
Kematian Remaja di Asahan: Investigasi Mendalam Kasus Dugaan Penganiayaan oleh Oknum Polisi
Kasus kematian Pandu Brata Syahputra Siregar (18), remaja yang diduga menjadi korban penganiayaan oknum polisi di Kabupaten Asahan, Sumatera Utara, tengah menjadi sorotan publik. Polda Sumatera Utara (Sumut) telah membentuk tim untuk menyelidiki insiden ini, menunjukkan komitmen untuk mengungkap kebenaran di balik kematian tragis tersebut. Proses investigasi melibatkan pemeriksaan sejumlah personel kepolisian yang diduga terlibat, namun identitas mereka masih dirahasiakan hingga proses penyelidikan tuntas. Kasubbid Penmas Polda Sumut, Kompol Siti Rohani Tampubolon, menyatakan bahwa beberapa polisi telah diperiksa, namun hasil pemeriksaan Propam masih dinantikan untuk menentukan siapa yang bertanggung jawab.
Sementara itu, Polres Asahan juga telah menetapkan tersangka atas kematian Pandu. Namun, Kasi Humas Polres Asahan, Iptu Anwar Sanusi, masih enggan mengungkapkan informasi tersebut ke publik, dengan alasan menunggu pra rekonstruksi di lapangan. Hal ini memicu spekulasi dan kekhawatiran publik akan transparansi proses hukum. Keengganan untuk memberikan informasi secara terbuka berpotensi menimbulkan persepsi negatif terhadap kinerja kepolisian dalam menangani kasus ini.
Lembaga pemantau hak asasi manusia, KontraS Sumut, telah melakukan investigasi independen terkait kasus ini. KontraS mengklaim telah mengumpulkan data, melakukan observasi, dan mewawancarai keluarga korban, saksi, serta tokoh masyarakat. Berbeda dengan keterangan pihak kepolisian, kronologi kejadian menurut KontraS menunjukan adanya dugaan penganiayaan. Berdasarkan keterangan saksi dan investigasi yang mereka lakukan, kronologi kematian Pandu bermula dari sebuah kegiatan balap lari yang dibubarkan oleh pihak kepolisian pada Minggu dini hari, 8 Maret 2025.
Saat membubarkan kegiatan tersebut, polisi disebut melepaskan tembakan peringatan. Pandu dan empat temannya berusaha melarikan diri dengan sepeda motor. Dalam pengejaran, sepeda motor Pandu ditendang oleh polisi hingga terjatuh. KontraS menyebutkan bahwa setelah terjatuh, Pandu ditendang dua kali oleh polisi. Warga sekitar mengaku mendengar Pandu meminta tolong. Pandu sempat mendapat perawatan di Puskesmas Simpang Empat karena luka di pelipis mata, kemudian dibawa ke Polsek Simpang Empat dan dilakukan tes urine dua kali yang hasilnya positif narkoba. Meski mengeluhkan sakit perut dan meminta dijemput keluarganya, permintaan Pandu diabaikan.
Setelah dijemput oleh keluarganya pada keesokan harinya, Pandu menceritakan kejadian yang dialaminya. Pada Senin, 10 Maret 2025, Pandu dibawa ke rumah sakit. Hasil rontgen menunjukkan adanya bercak darah di ulu hati dan lambung, mengindikasikan pendarahan internal. Kondisi Pandu memburuk hingga akhirnya meninggal dunia pada pukul 16.30 WIB hari itu. Kejanggalan dalam kronologi kejadian dan perbedaan keterangan antara pihak kepolisian dan KontraS menjadi fokus utama dalam penyelidikan yang sedang berlangsung. Polda Sumut telah menegaskan komitmennya untuk bersikap transparan dan akan menindak tegas jika ditemukan pelanggaran prosedur atau tindakan di luar kewenangan yang dilakukan oleh personel kepolisian.
Perbedaan versi kronologi kejadian ini membutuhkan penyelidikan yang lebih mendalam dan menyeluruh, agar masyarakat dapat memperoleh penjelasan yang jelas dan objektif terkait kematian Pandu Brata Syahputra Siregar. Transparansi dan akuntabilitas pihak berwajib menjadi kunci penting dalam kasus ini untuk mengembalikan kepercayaan publik pada penegakan hukum yang adil dan berkeadilan.