MAKI, LP3HI, dan ARUKKI Gugat KPK Terkait Kemacetan Kasus Petral dan SKK Migas

MAKI, LP3HI, dan ARUKKI Gugat KPK Terkait Kemacetan Kasus Petral dan SKK Migas

Gabungan tiga organisasi masyarakat sipil, yaitu Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI), dan Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARUKKI), secara resmi mengajukan gugatan praperadilan terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Gugatan ini dilatarbelakangi oleh dugaan kemacetan penanganan dua kasus besar yang telah berlangsung bertahun-tahun: kasus dugaan korupsi di Pertamina Energy Trading Limited (Petral) dan kasus dugaan korupsi di Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, menjelaskan bahwa gugatan praperadilan ini bertujuan untuk mendorong KPK agar lebih aktif dalam mengungkap dan menuntaskan kedua kasus tersebut. Ia menyoroti lambannya proses hukum yang tengah berjalan, terutama terkait belum ditetapkannya sejumlah pihak sebagai tersangka. Kedua gugatan praperadilan ini akan disidangkan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dengan jadwal sidang pertama pada tanggal 18 Maret 2025 dan sidang berikutnya pada 20 Maret 2025. Saiman menambahkan, pihaknya berharap langkah hukum ini dapat memacu KPK untuk berbenah dan berlomba dengan Kejaksaan Agung yang juga menangani kasus-kasus dugaan korupsi di lingkungan Pertamina. Hal ini dianggap penting mengingat dugaan penyimpangan dalam tata kelola Bahan Bakar Minyak (BBM) yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Salah satu fokus gugatan terkait kasus SKK Migas adalah belum ditetapkannya Komisaris Utama Kernel Oil Singapura, Widodo Ratanachaitong, sebagai tersangka. Meskipun fakta persidangan menunjukkan adanya dugaan suap yang diterima mantan Kepala SKK Migas, Rubi Rubiandini, dari Widodo Ratanachaitong untuk kepentingan bisnis perusahaan Widodo, KPK dinilai lamban dalam menetapkan status hukum Widodo. MAKI, LP3HI, dan ARUKKI mendesak KPK untuk segera melakukan penyidikan lebih lanjut dan menetapkan Widodo sebagai tersangka.

Sementara itu, terkait kasus Petral, gugatan praperadilan ini menyorot dugaan kecurangan dalam proses pengadaan minyak yang terungkap pada tahun 2014 oleh Satgas Anti-Mafia Migas di bawah kepemimpinan Faisal Basri. Salah satu contoh kecurangan yang ditemukan adalah kemenangan Maldives NOC Ltd dalam tender pengadaan minyak, padahal perusahaan tersebut diduga tidak memiliki sumber minyak dan hanya menjadi kedok untuk memenuhi persyaratan pengadaan. Lebih lanjut, Boyamin mengingatkan penetapan Bambang Irianto sebagai tersangka oleh KPK pada tahun 2019, yang diduga menerima suap senilai minimal 2,9 juta dolar AS melalui rekening perusahaan SIAM Group Holding Ltd antara tahun 2010 dan 2013. Namun, menurut penggugat, langkah tersebut dinilai masih belum cukup untuk mengungkap seluruh jaringan dan aktor dalam kasus korupsi Petral yang merugikan negara.

Ketiga organisasi masyarakat sipil ini berharap gugatan praperadilan ini dapat menjadi momentum bagi KPK untuk meningkatkan kinerja dan transparansi dalam penanganan kasus-kasus korupsi besar, khususnya di sektor migas. Mereka menekankan pentingnya penegakan hukum yang adil dan efektif untuk mencegah kerugian negara yang lebih besar di masa mendatang. Langkah hukum ini juga dianggap sebagai bentuk pengawasan publik terhadap kinerja KPK dan upaya untuk memastikan akuntabilitas lembaga antirasuah tersebut dalam menjalankan tugasnya.

Daftar poin penting dalam kasus ini:

  • Gugatan praperadilan terhadap KPK oleh MAKI, LP3HI, dan ARUKKI.
  • Dugaan kemacetan penanganan kasus Petral dan SKK Migas.
  • Desakan penetapan Widodo Ratanachaitong sebagai tersangka dalam kasus SKK Migas.
  • Dugaan kecurangan dalam pengadaan minyak di Petral.
  • Harapan peningkatan kinerja dan transparansi KPK.