Rezim Otoriter dan Indeks Demokrasi Rendah: Studi Kasus Sepuluh Negara

Rezim Otoriter dan Indeks Demokrasi Rendah: Studi Kasus Sepuluh Negara

Laporan terbaru dari World Population Review, yang dirilis pada Maret 2025, mengungkap sepuluh negara dengan skor Indeks Demokrasi terendah di tahun 2023. Data ini menggarisbawahi realita pemerintahan otoriter yang mencengkeram sejumlah wilayah di dunia, ditandai dengan minimnya kebebasan politik dan hak-hak sipil bagi warganya. Indeks Demokrasi yang digunakan, dengan skala 0-10, memberikan gambaran jelas tentang tingkat demokrasi yang sangat rendah di negara-negara ini. Keberadaan rezim otoriter, yang seringkali ditandai dengan kediktatoran militer atau pemerintahan yang diktator, menjadi faktor utama penyebab rendahnya skor tersebut.

Ciri khas negara-negara dengan rezim otoriter ini antara lain penindasan hak-hak rakyat, pemusatan kekuasaan pada kelompok tertentu, penumpasan oposisi, serta praktik intimidasi dan kekerasan yang bahkan bisa berujung pada pembunuhan. Seperti yang dijelaskan dalam buku Dictators and Dictatorships: Understanding Authoritarian Regimes and Their Leaders karya Natasha M. Ezrow dan Erica Frantz, kediktatoran militer merupakan salah satu jenis rezim otoriter yang menonjol. Dalam sistem ini, militer merebut kekuasaan, biasanya melalui kudeta, menetapkan diktator (umumnya perwira tinggi militer), dan mempertahankan kekuasaan dengan kekuatan senjata. Pada tahun 2020, tercatat 52 negara di dunia yang diperintah oleh rezim diktator atau otoriter, tersebar di Amerika Latin dan Selatan, Asia dan Timur Tengah, serta Afrika. Menariknya, beberapa negara tetangga Indonesia di Asia Tenggara juga termasuk dalam daftar negara dengan rezim otoriter ini, menunjukkan tantangan demokrasi di kawasan tersebut.

Berikut daftar sepuluh negara dengan skor Indeks Demokrasi terendah tahun 2023, yang juga mencerminkan rezim otoriter yang berkuasa:

  • Afganistan: Indeks Demokrasi: 0,26
  • Myanmar: Indeks Demokrasi: 0,85
  • Korea Utara: Indeks Demokrasi: 1,08
  • Republik Afrika Tengah: Indeks Demokrasi: 1,18
  • Suriah: Indeks Demokrasi: 1,43
  • Turkmenistan: Indeks Demokrasi: 1,66
  • Chad: Indeks Demokrasi: 1,67
  • Kongo: Indeks Demokrasi: 1,68
  • Laos: Indeks Demokrasi: 1,71
  • Sudan: Indeks Demokrasi: 1,76

Perlu dicatat bahwa situasi politik di beberapa negara ini dinamis. Sebagai contoh, Suriah, yang telah berada di bawah rezim otoriter selama 24 tahun, mengalami pergantian kekuasaan pada awal Desember 2024 dengan munculnya pemimpin de facto Ahmed al-Sharaa. Perubahan ini, bagaimanapun, belum tentu menjamin peningkatan indeks demokrasi secara signifikan dan memerlukan pemantauan berkelanjutan. Studi ini memberikan gambaran yang memprihatinkan tentang tantangan global dalam membangun dan mempertahankan demokrasi, khususnya di negara-negara dengan sejarah dan struktur kekuasaan otoriter.

Analisis lebih lanjut diperlukan untuk memahami faktor-faktor yang berkontribusi pada rendahnya indeks demokrasi di negara-negara ini, termasuk peran faktor ekonomi, sosial, budaya, dan sejarah. Penting juga untuk memperhatikan dampak rezim otoriter terhadap stabilitas regional dan internasional, serta upaya-upaya internasional dalam mempromosikan demokrasi dan hak asasi manusia di negara-negara tersebut.