Kontroversi Penempatan Perwira Aktif TNI di Jabatan Sipil: HMI Jateng-DIY Tolak Keras, Pemerintah Beri Klarifikasi

Kontroversi Penempatan Perwira Aktif TNI di Jabatan Sipil: HMI Jateng-DIY Tolak Keras, Pemerintah Beri Klarifikasi

Badan Koordinasi Himpunan Mahasiswa Islam (Badko HMI) Jawa Tengah-DIY melontarkan kecaman keras terhadap penempatan perwira aktif Tentara Nasional Indonesia (TNI) dalam jabatan sipil di pemerintahan. Langkah ini, menurut Sakti Anbiya H, Presidium Badko HMI Jateng-DIY, berpotensi besar menghidupkan kembali doktrin dwifungsi ABRI era Orde Baru yang telah lama ditinggalkan. Kekhawatiran ini muncul seiring dengan menjabatnya dua perwira tinggi TNI aktif di posisi sipil, yaitu Mayor Jenderal TNI Novi Helmy Prasetya sebagai Direktur Bulog dan Mayjen TNI Irham Waroihan sebagai Inspektur Jenderal Kementerian Pertanian. Dalam pernyataan resmi pada Senin (17/3/2025), Sakti Anbiya H menegaskan bahwa penempatan tersebut menimbulkan ambiguitas hukum dan tumpang tindih regulasi, serta mengaburkan garis batas antara peran militer dan sipil.

Lebih lanjut, HMI Jateng-DIY menyoroti revisi Undang-Undang TNI yang tengah dibahas. Proses revisi yang dinilai kurang transparan, menurut Sakti, semakin memperkuat kecurigaan atas upaya pengembalian dwifungsi militer. HMI menganggap hal ini sebagai pelanggaran terhadap Pasal 7 Ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004, yang secara tegas menetapkan tugas pokok TNI pada pembelaan negara dan pemeliharaan pertahanan nasional dari ancaman eksternal. Mereka juga menekankan pelanggaran Pasal 47 Ayat 1 UU Nomor 34 Tahun 2004 yang mengatur larangan perwira aktif TNI menduduki jabatan sipil. HMI mendesak agar perwira aktif TNI yang saat ini menduduki jabatan sipil segera mengundurkan diri atau pensiun dini dari dinas aktif keprajuritan, mengingat supremasi sipil dalam sistem demokrasi Indonesia harus tetap dijaga.

Menanggapi polemik ini, Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam), Budi Gunawan, memberikan klarifikasi. Dalam keterangan pers di Mabes Polri pada Senin malam (17/3/2025), Budi Gunawan memastikan bahwa revisi UU TNI tidak bertujuan mengembalikan dwifungsi militer. Ia menjelaskan bahwa revisi tersebut fokus pada tiga poin utama: pertama, pasal 3 yang mengatur kedudukan dan koordinasi TNI di bawah Kementerian Pertahanan; kedua, pasal 53 yang mengatur tentang perubahan usia pensiun; dan ketiga, pasal 47 yang mengatur penugasan perwira aktif TNI di kementerian/lembaga.

Budi Gunawan merinci bahwa revisi UU TNI akan memperjelas batasan penugasan TNI aktif di 16 kementerian/lembaga, yang dianggap perlu karena keahlian dan kebutuhan spesifik. Ia menyebutkan beberapa contoh lembaga yang membutuhkan keahlian khusus TNI, seperti Basarnas. Daftar 16 kementerian/lembaga tersebut meliputi Kementerian Polkam, Kementerian Pertahanan, Dewan Pertahanan Negara, Sekretariat Negara, Intelijen, Sandi Negara, Lemhannas, SAR, Badan Narkotika Nasional, BNPP, Kementerian Kelautan dan Perikanan, BNPB, Badan Penanggulangan Terorisme, Bakamla, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung. Revisi UU TNI ini juga akan menaikkan batas usia pensiun bagi prajurit TNI, dengan penambahan usia dinas keprajuritan hingga 58 tahun bagi bintara dan tamtama, serta hingga 60 tahun bagi perwira. Bahkan, kemungkinan diperpanjang hingga 65 tahun bagi prajurit yang menduduki jabatan fungsional.

Perbedaan pandangan antara HMI Jateng-DIY dan pemerintah terkait revisi UU TNI dan penempatan perwira aktif TNI di jabatan sipil menunjukkan perlunya dialog dan transparansi yang lebih besar dalam proses pembuatan kebijakan yang menyangkut institusi strategis seperti TNI dan implikasinya terhadap sistem ketatanegaraan Indonesia. Perdebatan ini juga mengungkap pentingnya menjaga keseimbangan antara kebutuhan keahlian TNI dalam bidang-bidang tertentu dan prinsip supremasi sipil dalam pemerintahan.