Revisi UU TNI: Tiga Poin Krusial yang Mengubah Tata Kelola Militer Indonesia

Revisi UU TNI: Tiga Poin Krusial yang Mengubah Tata Kelola Militer Indonesia

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) tengah menggodok revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Revisi ini, menurut Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, terfokus pada perubahan tiga pasal kunci yang dinilai perlu penyesuaian dengan dinamika terkini. Perubahan ini tidak mencakup hal-hal lain yang beredar luas di media sosial, menurut Dasco, isu tersebut merupakan informasi yang menyesatkan dan tidak akurat. Perubahan ini lebih difokuskan pada penyempurnaan regulasi dan peningkatan efisiensi. Ketiga pasal tersebut adalah Pasal 3 (kedudukan TNI), Pasal 47 (penempatan prajurit aktif di jabatan sipil), dan Pasal 53 (usia pensiun prajurit).

Perubahan Pasal 3: Kedudukan TNI dan Koordinasi Kementerian Pertahanan

Pasal 3, yang mengatur kedudukan TNI, hanya mengalami revisi pada ayat (2). Ayat (1), yang menegaskan TNI berada di bawah Presiden dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, tetap tidak berubah. Perubahan difokuskan pada penyempurnaan koordinasi dengan Kementerian Pertahanan. Revisi menambahkan frasa “yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis” pada ayat (2), serta menyesuaikan nomenklatur “Departemen Pertahanan” menjadi “Kementerian Pertahanan”. Perubahan ini bertujuan untuk memperjelas dan memperkuat koordinasi antara TNI dan Kementerian Pertahanan dalam perencanaan strategis pertahanan negara, tanpa mengurangi kewenangan Presiden sebagai panglima tertinggi.

Perubahan Pasal 47: Perluasan Penempatan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil

Revisi Pasal 47 memperluas jumlah kementerian/lembaga yang dapat ditempati prajurit aktif hingga 16 instansi. Meskipun terdapat penambahan enam instansi dibandingkan aturan sebelumnya (10 instansi), Dasco menjelaskan penambahan ini didasarkan pada peraturan perundang-undangan di masing-masing instansi yang telah mengatur penempatan prajurit aktif. Berikut daftar 16 kementerian/lembaga tersebut:

  • Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Negara
  • Pertahanan Negara
  • Dewan Pertahanan Nasional
  • Kesekretariatan Negara yang menangani urusan Kesekretariatan Presiden dan Kesekretariatan Militer Presiden
  • Intelijen Negara
  • Siber dan/atau Sandi Negara
  • Lembaga Ketahanan Nasional
  • Search and Rescue (SAR) Nasional
  • Narkotika Nasional
  • Pengelola Perbatasan
  • Kelautan dan Perikanan
  • Penanggulangan Bencana
  • Penanggulangan Terorisme
  • Keamanan Laut
  • Kejaksaan Republik Indonesia
  • Mahkamah Agung

Perluasan ini bertujuan untuk mengoptimalkan keahlian dan pengalaman prajurit TNI dalam mendukung tugas-tugas pemerintahan di bidang-bidang tertentu, khususnya yang berkaitan dengan keamanan dan pertahanan negara.

Perubahan Pasal 53: Penyesuaian Usia Pensiun Prajurit

Revisi Pasal 53 mengatur penyesuaian usia pensiun prajurit, yang bervariasi berdasarkan pangkat dan usia. Untuk bintara dan tamtama, usia pensiun dinaikkan menjadi 55 tahun. Perwira hingga Kolonel pensiun pada usia 58 tahun. Sementara itu, perwira tinggi (Pati) akan pensiun pada usia 60 tahun (bintang satu), 61 tahun (bintang dua), dan 62 tahun (bintang tiga). Ketentuan ini juga mempertimbangkan masa dinas keprajuritan yang disesuaikan dengan usia dan pangkat masing-masing prajurit. Sebagai contoh, prajurit bintara yang berusia 51 tahun akan menjalani dinas hingga usia 54 tahun. Perubahan ini bertujuan untuk memberikan kesempatan lebih lama bagi prajurit yang memiliki keahlian dan pengalaman untuk berkontribusi kepada negara, sekaligus memperhatikan aspek kesehatan dan kemampuan fisik prajurit.

Bantahan Isu Kebangkitan Dwifungsi ABRI

DPR tegas membantah isu yang beredar di masyarakat mengenai kebangkitan dwifungsi ABRI melalui revisi UU TNI. Anggota DPR dari PDI-P, Utut Adianto, menekankan bahwa revisi ini justru bertujuan untuk memperkuat supremasi sipil dan tidak akan mengembalikan peran militer dalam politik. Pertemuan dengan Panglima TNI telah menegaskan komitmen TNI untuk tetap menjunjung tinggi supremasi sipil dalam negara demokrasi.