Revisi UU TNI: Peran TNI di BNN, Dukungan Teknis, Bukan Penegakan Hukum

Revisi UU TNI: Peran TNI di BNN, Dukungan Teknis, Bukan Penegakan Hukum

Revisi Undang-Undang (UU) TNI yang memungkinkan penempatan perwira aktif TNI di berbagai lembaga sipil, termasuk Badan Narkotika Nasional (BNN), telah memicu diskusi. Salah satu kekhawatiran yang muncul adalah potensi tumpang tindih tugas dengan kepolisian, khususnya dalam hal penegakan hukum terkait narkotika. Namun, pengamat militer, Khairul Fahmi, meyakini hal tersebut tidak akan terjadi. Menurut Khairul, peran TNI di BNN difokuskan pada dukungan teknis dan operasional, bukan sebagai aparat penegakan hukum yang melakukan penyelidikan dan penyidikan.

"Peran prajurit TNI aktif di BNN akan lebih terarah pada penyiapan dukungan teknis dan operasional sesuai kapasitasnya," ujar Khairul dalam wawancara pada Selasa (18/3/2025). Ia menjelaskan bahwa permasalahan narkotika telah berkembang menjadi ancaman keamanan nasional yang kompleks, melibatkan jaringan internasional dan kelompok bersenjata. Oleh karena itu, pendekatan yang lebih kuat dan komprehensif, termasuk peran TNI, dinilai sangat diperlukan untuk mengatasi ancaman tersebut.

Keahlian dan kompetensi prajurit TNI, lanjut Khairul, dapat dimaksimalkan untuk memperkuat kapasitas internal BNN. Hal ini mencakup aspek intelijen, pengamanan, dan strategi operasi interdiksi, terutama di wilayah-wilayah perbatasan, daerah rawan separatisme, dan zona konflik bersenjata. Dengan demikian, kehadiran TNI di BNN diharapkan dapat meningkatkan efektivitas pemberantasan narkotika secara nasional.

Meskipun demikian, Khairul menekankan pentingnya peraturan turunan, seperti Peraturan Pemerintah (PP), untuk mengatur secara rinci pelaksanaan penempatan perwira TNI di lembaga sipil. PP tersebut, menurutnya, harus mencakup batasan ruang lingkup tugas, syarat kompetensi yang jelas, mekanisme penempatan yang transparan, dan sistem pengawasan yang kuat. Hal ini penting untuk memastikan bahwa penempatan tersebut selaras dengan prinsip supremasi sipil dan tetap berada dalam koridor hukum yang berlaku. Dengan demikian, potensi konflik kepentingan dan tumpang tindih tugas dapat diminimalisir.

Revisi UU TNI ini memperluas jumlah lembaga sipil yang dapat ditempati perwira aktif TNI dari 10 menjadi 16 lembaga. Berikut daftar lembaga tersebut:

  1. Politik dan Keamanan Negara
  2. Sekretaris Militer Presiden
  3. Pertahanan Negara
  4. Intelijen Negara
  5. Sandi Negara
  6. Lembaga Ketahanan Nasional
  7. Dewan Pertahanan Nasional
  8. Search and Rescue (SAR) Nasional
  9. Narkotika Nasional
  10. Mahkamah Agung
  11. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB)
  12. Kejaksaan Agung
  13. Keamanan Laut
  14. Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
  15. Kelautan dan Perikanan
  16. Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP)

Implementasi revisi UU TNI ini memerlukan pengawasan ketat dan evaluasi berkala untuk memastikan bahwa peran TNI dalam lembaga sipil tetap sesuai dengan tujuan awal dan tidak mengganggu kinerja instansi lain serta tetap menjunjung tinggi hukum dan supremasi sipil.