Ekstradisi Paulus Tannos Terhambat Proses Hukum di Singapura
Ekstradisi Paulus Tannos Terhambat Proses Hukum di Singapura
Proses pemulangan buron kasus korupsi KTP elektronik, Paulus Tannos, dari Singapura ke Indonesia masih menemui jalan buntu. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) menyatakan hingga kini belum menerima perkembangan terbaru terkait ekstradisi tersebut. Hal ini dikarenakan Paulus Tannos tengah mengajukan upaya hukum di pengadilan Singapura untuk menggugat keabsahan penangkapannya. Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum Kemenkumham, Widodo, menjelaskan bahwa pemerintah Indonesia masih menunggu hasil persidangan di Singapura.
"Proses ekstradisi masih menunggu keputusan pengadilan Singapura," ujar Widodo saat dikonfirmasi pada Selasa, 18 Maret 2025. Meskipun Singapura telah menyatakan komitmennya untuk membantu proses ekstradisi sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, belum ada informasi lebih lanjut yang diterima pemerintah Indonesia setelah dokumen ekstradisi resmi diserahkan. Widodo menambahkan, "Setelah dokumen diterima pihak Singapura, belum ada perkembangan lebih lanjut, namun kami mendapat informasi bahwa mereka akan membantu sesuai prosedur hukum mereka."
Penangkapan Paulus Tannos oleh otoritas Singapura pada 17 Januari 2025, setahun setelah ia masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) pada 22 Agustus 2022, tidak serta merta berujung pada ekstradisinya. Ia, selaku Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra—perusahaan yang terlibat dalam proyek pengadaan e-KTP—mengajukan gugatan terhadap keabsahan penangkapan sementara atau provisional arrest di pengadilan Singapura. Proses hukum ini, menurut Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Tessa Mahardhika Sugiarto, masih berlangsung.
"Proses hukum di Singapura masih berjalan. Bisa dianalogikan seperti praperadilan di Indonesia, namun tentu saja sistem hukumnya berbeda," jelas Tessa saat ditemui di Gedung Merah Putih KPK, Kamis, 30 Januari 2025. Ia menambahkan bahwa Paulus Tannos tengah menguji keabsahan provisional arrest yang dilakukan otoritas Singapura atas permintaan Indonesia. Meskipun demikian, KPK menegaskan tidak hanya pasif menunggu putusan pengadilan. Sejumlah upaya koordinasi terus dilakukan bersama Polri, Kejaksaan Agung, dan Kemenkumham untuk memenuhi persyaratan ekstradisi dan memastikan kepulangan Paulus Tannos ke Indonesia. Koordinasi intensif ini bertujuan untuk mempercepat proses hukum dan memastikan kepulangan tersangka untuk mempertanggungjawabkan perannya dalam kasus korupsi e-KTP.
Pemerintah Indonesia berharap kerja sama hukum antara Indonesia dan Singapura dapat berjalan efektif dan efisien. Keberhasilan ekstradisi Paulus Tannos menjadi penting untuk melengkapi proses penegakan hukum dan memberikan keadilan bagi korban korupsi e-KTP. Proses ini menjadi ujian nyata bagi kerja sama antar negara dalam memberantas kejahatan transnasional, khususnya korupsi yang merugikan negara dan rakyat Indonesia.
Proses hukum yang panjang dan kompleks ini menunjukkan tantangan yang dihadapi dalam ekstradisi internasional. Perbedaan sistem hukum dan prosedur antar negara seringkali menjadi kendala. Keberhasilan ekstradisi ini akan menjadi preseden penting bagi kasus-kasus serupa di masa mendatang.