Tarif Impor Trump Picu Boikot Produk AS di Kancah Internasional

Tarif Impor Trump Picu Boikot Produk AS di Kancah Internasional

Kebijakan proteksionis Presiden Donald Trump yang menaikkan tarif impor telah memicu reaksi global berupa boikot produk-produk Amerika Serikat. Gelombang penolakan ini bukan sekadar protes ekonomi, melainkan juga cerminan sentimen politik dan nasionalisme yang menguat di berbagai negara. Gerakan boikot, yang terorganisir melalui platform media sosial seperti Facebook, menunjukkan kekuatan kolektif konsumen dalam mempengaruhi kebijakan dan perdagangan internasional.

Di Eropa, sentimen anti-AS tampak signifikan. Survei Civey untuk Handelsblatt mengungkapkan 64% warga Jerman cenderung menghindari produk AS. Hal serupa terlihat di Skandinavia dan Prancis, di mana grup Facebook yang menyerukan boikot produk AS telah mengumpulkan puluhan ribu anggota. Di Denmark, Salling Group, pengecer terbesar, bahkan menerapkan label khusus untuk produk Eropa, memudahkan konsumen memilih produk lokal. Langkah lebih tegas diambil Haltbakk Bunkers dari Norwegia yang menghentikan pasokan bahan bakar untuk Angkatan Laut AS. Reaksi ini tidak hanya datang dari konsumen, tetapi juga perusahaan-perusahaan Eropa yang melihat potensi kerugian dari sentimen anti-AS yang berkembang.

Kanada, sebagai negara tetangga AS dan sekutu lama, mengalami dampak yang cukup signifikan. Tarif impor Trump sebesar 25% terhadap Kanada, dibarengi dengan retorika politik yang merendahkan dari Trump, telah memicu sentimen anti-AS yang kuat di kalangan masyarakat Kanada. Hal ini terlihat jelas dalam peningkatan dukungan terhadap Partai Liberal Kanada dan munculnya kampanye nasionalis "Beli Produk Kanada." Sejumlah aplikasi dan situs web, seperti "Made in CA", membantu konsumen melacak dan membeli produk lokal, sementara beberapa provinsi mengambil langkah ekstrim dengan memboikot produk-produk AS, termasuk minuman beralkohol dan kontrak teknologi besar. Ontario bahkan membatalkan kontrak senilai CA$100 juta dengan Starlink, perusahaan Elon Musk yang juga menjabat sebagai penasihat senior Trump, sebuah tindakan yang menggambarkan besarnya reaksi politik dan ekonomi terhadap kebijakan Trump.

Penurunan penjualan Tesla di Eropa, yang anjlok hingga 45% pada Januari 2025, menjadi salah satu indikator dampak boikot. Meskipun masih sulit untuk mengukur secara pasti dampak ekonomi dari gerakan boikot ini, penurunan signifikan penjualan Tesla tersebut mengisyaratkan adanya hubungan sebab-akibat yang perlu diperhitungkan. Garritt van Dyk, seorang pengajar sejarah di Universitas Waikato, Selandia Baru, menjelaskan fenomena boikot konsumen sebagai bentuk ekspresi politik alternatif yang semakin populer, di samping pemilu. Boikot bir Bud Light di AS pada April 2023 menjadi contoh lainnya, di mana reaksi balik terhadap iklan yang menampilkan seorang transgender menyebabkan penurunan penjualan yang signifikan. Fenomena ini menunjukkan bahwa gerakan boikot bisa muncul dari berbagai spektrum politik, bukan hanya dari kelompok progresif.

Di Jepang, Takeshi Niinami, CEO Suntory Holdings, memperingatkan dampak negatif dari sentimen anti-AS terhadap penjualan produk-produk Amerika, termasuk wiski, di pasar internasional. Peringatan ini menunjukkan bahwa dampak dari boikot dan perubahan perilaku konsumen dapat meluas ke berbagai sektor dan negara. Organisasi Konsumen Eropa menyatakan masih mempelajari dampak tarif impor terhadap konsumen dan tengah berupaya mempertahankan kerjasama transatlantik demi kepentingan konsumen. Namun, tren boikot yang telah terjadi menunjukkan bahwa reaksi terhadap kebijakan proteksionis AS telah menciptakan dampak nyata dan kemungkinan akan terus berkembang. Perkembangan lebih lanjut ini perlu diawasi, khususnya mengenai dampaknya terhadap perdagangan internasional dan hubungan antar negara.

Kesimpulannya, kebijakan tarif impor Trump telah memicu reaksi global yang signifikan, yang lebih dari sekadar dampak ekonomi. Boikot terhadap produk-produk AS mencerminkan kekuatan sentimen nasionalis, politik, dan konsumen dalam membentuk lanskap perdagangan internasional. Dampak jangka panjang dari gerakan ini masih harus dipantau, tetapi jelas bahwa reaksi balik terhadap kebijakan proteksionisme telah menciptakan dinamika baru dalam hubungan ekonomi dan politik global.