Oknum Polisi di Situbondo Diduga Lakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Pemaksaan Aborsi

Oknum Polisi di Situbondo Diduga Lakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dan Pemaksaan Aborsi

Seorang oknum anggota Kepolisian Resort Situbondo (Polres Situbondo) berinisial DED (26) dilaporkan oleh istrinya sendiri, APP (23), ke bagian Profesi dan Pengamanan (Propam) Polres Situbondo. Laporan tersebut terkait dugaan tindak kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) dan pemaksaan aborsi terhadap anak kedua yang dikandung APP. Peristiwa ini mengungkap sisi gelap di balik seragam kepolisian dan mengguncang kepercayaan publik.

APP, warga Desa Wonoplitahan, Kecamatan Prambon, Kabupaten Sidoarjo, menyatakan telah mengalami tindak kekerasan fisik yang dilakukan DED sejak awal pernikahan mereka. Kekerasan tersebut, menurut pengakuan APP, terjadi di Kelurahan Patokan, Kecamatan Situbondo Kota sejak tahun 2024 dan menyasar tangan, kaki, dan punggungnya. Selain kekerasan fisik, APP juga mengungkapkan adanya perselingkuhan yang dilakukan DED, hal ini diperkuat dengan bukti foto dan video yang ia terima. Bukti tersebut menggambarkan hubungan intim antara DED dengan wanita lain di Situbondo. Perselingkuhan ini diduga menjadi motif di balik pemaksaan aborsi yang dialaminya.

Lebih lanjut, APP menuturkan bahwa ia dipaksa oleh DED untuk meminum pil aborsi pada bulan Maret 2024. Kejadian tersebut terjadi meskipun APP menyatakan penolakannya terhadap aborsi tersebut. Ia dipaksa terus-menerus oleh suaminya hingga akhirnya menuruti permintaan tersebut. Akibatnya, APP mengalami demam tinggi dan keguguran. Kejadian ini menimbulkan trauma mendalam bagi APP, apalagi janin tersebut telah berbentuk manusia. Setelah mengalami keguguran, APP dirawat di rumah sakit, namun ia dibiarkan pulang seorang diri tanpa pendampingan dari DED. Ia pulang menggunakan jasa ojek online.

DED beralasan melakukan pemaksaan aborsi karena keterbatasan biaya, mengingat jarak kelahiran anak pertama dan kedua hanya selisih 10 bulan. Namun, APP meragukan alasan tersebut dan menduga bahwa motif sebenarnya adalah perselingkuhan DED. Ketidakpercayaan ini semakin menguatkan dugaan keterlibatan perselingkuhan sebagai latar belakang kasus KDRT dan pemaksaan aborsi ini.

Laporan resmi terkait kasus ini telah diajukan APP ke Propam Polres Situbondo pada Desember 2024 dengan nomor STTLP/B/272/XII/2024/SPKT/POLRESSITUBONDO/POLDAJATIM. Kapolres Situbondo, AKBP Rezi Dharmawan, telah membenarkan adanya laporan tersebut dan menyatakan bahwa proses penyelidikan kasus pidana dan kode etik terhadap DED sedang berjalan. Pihak kepolisian berharap agar APP bersabar menunggu hasil penyelidikan. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menuntut proses hukum yang transparan dan adil.

  • Kronologi Peristiwa:
    • Kekerasan fisik sejak awal pernikahan (2024).
    • Pemaksaan aborsi pada Maret 2024.
    • Perawatan di rumah sakit tanpa pendampingan suami.
    • Pelaporan ke Propam Polres Situbondo pada Desember 2024.
    • Proses penyelidikan sedang berjalan.