RKUHAP Baru Beri Kewenangan Lebih Luas pada Penyidik: Upaya Paksa, Termasuk Penyadapan, Diatur Secara Detail
RKUHAP Baru: Perluasan Wewenang Penyidik dan Aturan Upaya Paksa
Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) terbaru memberikan perluasan kewenangan bagi penyidik dalam melakukan upaya paksa, termasuk penyadapan. Hal ini terungkap dalam draf RKUHAP yang diperoleh dari Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, pada Selasa, 18 Maret 2025. Pasal 7 ayat (1) huruf f secara tegas menyebutkan kewenangan tersebut: “Melakukan Upaya Paksa”. Perluasan ini menimbulkan diskusi dan memerlukan kajian mendalam terkait keseimbangan antara penegakan hukum dan perlindungan hak asasi warga negara.
Lebih lanjut, draf RKUHAP pada Pasal 84 merinci bentuk-bentuk upaya paksa yang dapat dilakukan oleh penyidik. Rincian tersebut meliputi:
- Penetapan tersangka
- Penangkapan
- Penahanan
- Penggeledahan
- Penyitaan
- Penyadapan
- Pemeriksaan surat
- Larangan tersangka untuk keluar wilayah Indonesia
Draf RKUHAP ini juga secara detail mengatur mekanisme pelaksanaan setiap bentuk upaya paksa tersebut, memastikan adanya prosedur yang jelas dan terukur untuk menghindari penyalahgunaan wewenang. Ketentuan yang rinci ini diharapkan dapat memberikan kepastian hukum dan transparansi dalam proses penegakan hukum.
Definisi penyidik sendiri dijelaskan dalam Pasal 6 ayat (1) RKUHAP, yang mencakup:
- Penyidik Polri
- Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS)
- Penyidik Tertentu
Penjelasan lebih lanjut pada Pasal 6 ayat (1) merinci jenis PPNS, meliputi PPNS Bea Cukai, Imigrasi, Tera, Perikanan, Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sementara itu, “Penyidik Tertentu” dijelaskan mencakup Penyidik Tertentu Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Penyidik Tertentu Kejaksaan, dan Penyidik Tertentu Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sesuai dengan ketentuan undang-undang yang berlaku. Kejelasan definisi ini penting untuk memastikan penetapan kewenangan dan tanggung jawab yang jelas bagi masing-masing pihak.
Lebih jauh lagi, draf RKUHAP mendefinisikan penyidikan sebagai serangkaian tindakan yang dilakukan penyidik untuk mencari dan mengumpulkan alat bukti, guna mengungkap tindak pidana dan mengidentifikasi tersangka. Definisi yang jelas ini diharapkan dapat memperkuat proses penyidikan dan memastikan keakuratan serta integritas proses penegakan hukum. Namun, perluasan wewenang penyidik ini membutuhkan pengawasan yang ketat dan mekanisme pertanggungjawaban yang jelas untuk mencegah penyalahgunaan dan memastikan perlindungan hak asasi manusia tetap diutamakan.