DPR Didesak Tolak Revisi UU TNI yang Dinilai Kembalikan Dwifungsi
DPR Didesak Tolak Revisi UU TNI yang Dinilai Kembalikan Dwifungsi
Sejumlah tokoh masyarakat sipil menggelar audiensi dengan pimpinan DPR RI pada Selasa (18/3/2025) untuk menyampaikan penolakan mereka terhadap revisi Undang-Undang TNI. Audiensi yang berlangsung di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat ini dihadiri oleh perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil yang sebelumnya telah meluncurkan petisi daring berjudul 'Tolak Kembalinya Dwifungsi melalui Revisi UU TNI'. Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, turut hadir menerima aspirasi tersebut, didampingi oleh Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, dan Wakil Ketua Komisi I, Budi Djiwandono. Dasco membenarkan adanya pertemuan tersebut kepada awak media.
Para aktivis yang hadir mewakili beragam latar belakang, termasuk diantaranya Halida Hatta, Sumarsih, Natalia Soebagjo, pengacara Saor Siagian, Rial Hayat dari Gusdurian Jakarta, Usman Hamid dari Amnesty International Indonesia, dan Bedjo Untung dari Yayasan Penelitian Korban Pembunuhan (YPKP) 1965. Mereka menyampaikan keprihatinan mendalam terhadap sejumlah pasal dalam revisi RUU TNI yang dinilai berpotensi mengembalikan doktrin dwifungsi TNI, yakni penugasan militer dalam ranah sipil. Koalisi Masyarakat Sipil menganggap revisi tersebut tidak urgen dan justru menghambat profesionalisme TNI.
Salah satu poin utama keberatan Koalisi Masyarakat Sipil tertuang dalam petisi mereka adalah terkait pasal-pasal yang direvisi berdasarkan Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang diajukan pemerintah. Mereka berpendapat bahwa TNI seharusnya difokuskan pada tugas pokoknya, yaitu menjaga pertahanan dan keamanan negara, bukan untuk mengisi jabatan-jabatan sipil. Lebih lanjut, petisi tersebut juga menyerukan agar perwira aktif TNI yang menduduki jabatan sipil segera mengundurkan diri dari jabatan militernya.
Koalisi Masyarakat Sipil menekankan pentingnya menjaga profesionalisme TNI dan mencegah potensi konflik kepentingan yang dapat muncul jika militer aktif terlibat dalam urusan pemerintahan sipil. Mereka menilai revisi RUU TNI yang tengah dibahas berpotensi melemahkan sistem pertahanan dan keamanan negara serta merusak demokrasi. Audiensi ini menjadi salah satu bentuk tekanan publik agar DPR mempertimbangkan dengan seksama aspirasi masyarakat sipil dan mengkaji ulang revisi RUU TNI sebelum disahkan menjadi undang-undang.
Pertemuan tersebut berlangsung selama kurang lebih dua jam, dan para aktivis menyatakan telah menyampaikan seluruh argumen dan kekhawatiran mereka kepada pimpinan DPR. Kejelasan respon DPR terhadap petisi dan masukan tersebut masih dinantikan oleh publik dan Koalisi Masyarakat Sipil. Ke depan, Koalisi Masyarakat Sipil berencana untuk terus melakukan advokasi dan memantau proses pengesahan RUU TNI agar revisi tersebut tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi dan profesionalisme TNI.
Daftar Poin Utama yang Disampaikan:
- Penolakan terhadap revisi UU TNI yang dianggap mengembalikan dwifungsi TNI.
- Kekhawatiran terhadap pasal-pasal dalam revisi RUU TNI yang memungkinkan militer aktif menduduki jabatan sipil.
- Seruan agar perwira aktif TNI yang menduduki jabatan sipil segera mengundurkan diri.
- TNI harus fokus pada tugas pokoknya, bukan mengisi jabatan sipil.
- Revisi RUU TNI dinilai tidak urgen dan justru menghambat profesionalisme TNI.
- Pentingnya menjaga profesionalisme TNI dan mencegah potensi konflik kepentingan.