Profesor Lebanon Terdeportasi dari AS: Kehadiran di Pemakaman Nasrallah Picu Kontroversi
Profesor Lebanon Terdeportasi dari AS: Kehadiran di Pemakaman Nasrallah Picu Kontroversi
Pemerintah Amerika Serikat (AS) baru-baru ini mendeportasi Rasha Alawieh, seorang profesor dan peneliti asal Lebanon yang bekerja di Brown University, Rhode Island. Deportasi tersebut menyusul penemuan bukti yang menunjukkan partisipasinya dalam pemakaman Hassan Nasrallah, pemimpin Hizbullah, di Beirut pada bulan lalu. Keputusan kontroversial ini memicu perdebatan mengenai batasan kebebasan akademik dan implikasi kebijakan imigrasi AS yang ketat.
Alawieh, yang berusia 34 tahun dan memiliki spesialisasi dalam nefrologi, ditahan dan dideportasi hanya beberapa jam setelah tiba di Bandara Logan, Boston, pada Jumat, 14 Maret 2025. Menurut Departemen Keamanan Dalam Negeri AS (DHS), kehadirannya di pemakaman Nasrallah, dianggap sebagai tindakan yang mendukung kelompok teroris dan melanggar ketentuan visa yang dimilikinya. Pernyataan resmi DHS melalui media sosial X menekankan bahwa visa merupakan hak istimewa, bukan hak, dan mendukung individu yang terlibat dalam tindakan terorisme terhadap warga Amerika merupakan pelanggaran serius yang dapat berujung pada penolakan visa dan deportasi.
Investigasi lebih lanjut oleh otoritas AS menemukan keberadaan foto dan video yang menunjukkan simpati terhadap pejabat senior Hizbullah di perangkat seluler Alawieh, bahkan setelah ia menghapusnya dari ponselnya. Bukti digital ini semakin memperkuat dugaan keterlibatan Alawieh dalam kegiatan yang dianggap mendukung kelompok teroris. Meskipun Alawieh mengaku mendukung Nasrallah dari perspektif keagamaan, bukan politik, hal ini tidak cukup untuk membatalkan keputusan deportasi.
Proses hukum yang melibatkan Alawieh melibatkan berbagai tahapan. Asisten Jaksa AS, Michael Sady, menyatakan dalam dokumen pengadilan bahwa niat sebenarnya Alawieh di Amerika Serikat tidak dapat dipastikan. Meskipun pengacara Alawieh mengajukan gugatan hukum untuk mencegah deportasi dan mendapatkan keputusan pengadilan yang menunda deportasi, agen Bea Cukai dan Perlindungan Perbatasan AS (CBP) tetap menerbangkan Alawieh ke Prancis pada Jumat, 14 Maret 2025, sebelum perintah pengadilan tersebut diterima.
Perjalanan Alawieh ke AS dimulai pada tahun 2018, ketika ia menerima beasiswa nefrologi di Ohio State University. Ia juga pernah menempuh pendidikan di Yale dan University of Washington. Kasus deportasi ini terjadi di tengah kebijakan imigrasi AS yang dianggap semakin ketat, menimbulkan pertanyaan tentang keseimbangan antara keamanan nasional dan hak-hak individu, khususnya para akademisi asing yang berkontribusi pada dunia pendidikan dan penelitian di Amerika Serikat. Insiden ini menggarisbawahi kompleksitas kebijakan imigrasi di AS dan bagaimana interpretasi atas dukungan terhadap kelompok tertentu dapat berdampak signifikan pada kehidupan individu.
- Kronologi singkat:
- Maret 2025: Alawieh menghadiri pemakaman Nasrallah di Beirut.
- 14 Maret 2025: Alawieh ditahan dan dideportasi dari AS.
- 17 Maret 2025: Sidang kasus Alawieh ditunda.
Deportasi Alawieh menimbulkan pertanyaan mendasar tentang bagaimana pemerintah AS mendefinisikan dan menindaklanjuti dukungan terhadap kelompok teroris, serta bagaimana hal tersebut berdampak pada para akademisi dan peneliti asing yang tinggal dan bekerja di AS. Kasus ini juga akan memicu debat lanjutan terkait kebebasan akademik dan hak-hak individu dalam konteks kebijakan keamanan nasional yang ketat.