Polemik Pajak Dokter: IDAI Desak Revisi Aturan, Kemenkes Lakukan Kajian

Polemik Pajak Dokter: IDAI Desak Revisi Aturan, Kemenkes Lakukan Kajian

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) secara resmi menyuarakan keprihatinan mendalam terkait beban pajak yang dinilai memberatkan dokter yang berpraktik di rumah sakit. Surat keberatan yang disampaikan IDAI pada Senin (17/2/2025) menggarisbawahi ketidakadilan sistem pajak yang diterapkan berdasarkan penghasilan bruto, tanpa memperhitungkan pembagian hasil dengan rumah sakit dan biaya operasional. Hal ini, menurut IDAI, berpotensi mengancam aksesibilitas layanan kesehatan, khususnya bagi pasien pengguna program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 168 Tahun 2023 menjadi sorotan utama. IDAI menjelaskan bahwa mayoritas dokter anak yang melayani pasien JKN di rumah sakit menggunakan tarif standar pemerintah. Penerapan pajak penghasilan (PPh) berdasarkan penghasilan bruto, tanpa mempertimbangkan biaya operasional dan pembagian hasil dengan rumah sakit, dinilai memberatkan dan dapat menimbulkan ketidakadilan. Ketua Umum IDAI, dr. Piprim Basarah Yanuarso, menekankan bahwa beban pajak yang tinggi ini berpotensi menurunkan minat dokter untuk terus melayani pasien JKN, sehingga menimbulkan kekhawatiran akan berkurangnya tenaga medis yang melayani masyarakat, khususnya mereka yang mengandalkan layanan JKN.

Kekhawatiran ini semakin relevan mengingat tantangan yang sudah ada sebelumnya, yaitu distribusi dokter yang tidak merata dan kekurangan jumlah dokter secara keseluruhan. Penurunan minat dokter untuk melayani pasien JKN dapat memperparah permasalahan tersebut dan mengancam kualitas layanan kesehatan di Indonesia. IDAI pun telah menyerukan penundaan pelaporan pajak hingga adanya revisi aturan yang lebih adil dan berkelanjutan, serta membuka ruang dialog dengan Kementerian Keuangan untuk melakukan pengkajian ulang regulasi tersebut.

Menanggapi hal ini, Direktur Jenderal Kesehatan Lanjutan, Azhar Jaya, menyatakan bahwa hingga saat ini belum terdeteksi adanya tren penurunan jumlah dokter yang menangani pasien JKN. Namun, ia mengakui bahwa Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat (Ditjen Nakes) tengah melakukan analisis mendalam terhadap peraturan pajak tersebut untuk mengkaji kemungkinan usulan evaluasi kebijakan. Pernyataan ini mengindikasikan bahwa pemerintah tengah mempertimbangkan dampak kebijakan tersebut dan kemungkinan perlunya revisi untuk menciptakan keseimbangan antara penerimaan negara dan keberlangsungan layanan kesehatan.

Situasi ini menyoroti perlunya dialog konstruktif antara pemerintah, khususnya Kementerian Keuangan dan Kementerian Kesehatan, dengan asosiasi profesi kedokteran untuk mencari solusi yang adil dan berkelanjutan. Perlu dipertimbangkan suatu sistem pajak yang lebih representatif, yang memperhitungkan kompleksitas biaya operasional dan skema pembagian pendapatan di rumah sakit, sehingga tidak memberatkan dokter dan tetap menjamin keberlangsungan layanan kesehatan bagi masyarakat. Keberhasilan mencari solusi ini akan berdampak signifikan pada aksesibilitas layanan kesehatan yang berkualitas bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Catatan: IDAI mewakili 5.496 dokter spesialis anak di Indonesia.