Trading Halt di BEI: Defisit APBN dan Sentimen Negatif Tekan IHSG

Trading Halt di BEI: Defisit APBN dan Sentimen Negatif Tekan IHSG

Penurunan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 5,02 persen pada Selasa (18/3/2025) memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memberlakukan penghentian sementara perdagangan atau trading halt pada pukul 11.19 WIB. Peristiwa ini memicu kekhawatiran yang meluas di pasar modal domestik dan menyoroti sejumlah faktor fundamental yang mempengaruhi kepercayaan investor.

Analisis dari berbagai kalangan ekonom dan pelaku pasar menunjukkan korelasi kuat antara kinerja IHSG yang buruk dengan kondisi ekonomi makro yang kurang menguntungkan. Salah satu faktor utama yang menjadi sorotan adalah defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang semakin melebar. Data per akhir Februari 2025 mencatat defisit APBN mencapai Rp 31,2 triliun, jauh berbeda dengan surplus Rp 22,8 triliun pada periode yang sama tahun lalu. Penurunan pendapatan negara yang signifikan, khususnya dari sektor penerimaan pajak yang merosot hingga 30 persen, menjadi penyebab utama pelebaran defisit ini. Kondisi ini diperparah oleh penurunan belanja negara, meskipun penurunan belanja negara juga turut berkontribusi pada defisit.

Wijayanto Samirin, ekonom dari Universitas Paramadina, mengungkapkan bahwa outlook fiskal yang berat di tahun 2025 turut memperburuk situasi. Selain defisit APBN, kebijakan ekonomi yang dinilai kurang realistis dan kurangnya transparansi dalam implementasi kebijakan juga menjadi penyebab utama penurunan kepercayaan investor. Lebih lanjut, Wijayanto menyoroti dampak negatif dari kasus-kasus korupsi besar yang semakin mengikis kepercayaan publik dan investor asing. Potensi gejolak politik yang dipicu oleh revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) juga menambah ketidakpastian di pasar. Kecemasan akan penurunan peringkat kredit Indonesia oleh lembaga pemeringkat internasional seperti Fitch, Moody’s, dan S&P juga turut menekan IHSG. Lembaga-lembaga pemeringkat tersebut dijadwalkan akan mengumumkan peringkat kredit Indonesia pada Maret-April (Fitch dan Moody’s) dan Juni-Juli (S&P).

Sementara itu, Maximilianus Nicodemus, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, menekankan dampak negatif dari kinerja APBN terhadap keputusan investasi. Ia menjelaskan bahwa peningkatan utang pemerintah hingga 44,77% pada Januari 2025 sebagai konsekuensi dari defisit APBN yang melebar semakin meningkatkan risiko fiskal di Indonesia. Hal ini mendorong investor untuk beralih ke instrumen investasi yang lebih aman dan memberikan kepastian imbal hasil, seperti obligasi, sehingga menyebabkan penurunan minat terhadap investasi saham.

Penghentian sementara perdagangan di BEI bertujuan untuk memberikan waktu bagi pasar untuk merespon dan menstabilkan situasi. Perdagangan saham kembali dibuka pada pukul 11.49 WIB tanpa perubahan jadwal. Namun, peristiwa ini menjadi peringatan serius bagi pemerintah dan otoritas terkait untuk segera mengatasi permasalahan ekonomi makro dan meningkatkan transparansi guna mengembalikan kepercayaan investor dan menstabilkan pasar modal Indonesia.

Berikut ringkasan poin penting:

  • IHSG turun 5,02%, memicu trading halt di BEI.
  • Defisit APBN Rp 31,2 triliun pada Februari 2025.
  • Penurunan pendapatan negara, terutama penerimaan pajak.
  • Kebijakan ekonomi yang kurang realistis dan kurangnya transparansi.
  • Kasus korupsi dan potensi gejolak politik.
  • Kecemasan penurunan peringkat kredit Indonesia.
  • Investor beralih ke instrumen investasi yang lebih aman.