Meneladani Swiss: Refleksi Nuzulul Quran dan Transformasi Pendidikan Indonesia
Meneladani Swiss: Refleksi Nuzulul Quran dan Transformasi Pendidikan Indonesia
Pada tanggal 17 Ramadhan, umat Islam memperingati Nuzulul Quran, peristiwa turunnya wahyu pertama kepada Nabi Muhammad SAW. Perintah "Iqra'" (Bacalah!) dalam Al-Alaq ayat 1-5, bukan sekadar ajakan membaca teks suci, melainkan seruan untuk mengejar ilmu pengetahuan dan membangun peradaban yang bermartabat. Momentum ini menjadi sangat relevan ketika kita mencermati keberhasilan negara-negara maju, seperti Swiss, yang pembangunannya bertumpu pada literasi dan inovasi. Pengalaman safari dakwah penulis di Jenewa, Swiss, selama Ramadhan 2025, memberikan perspektif yang berharga untuk merefleksikan kondisi Indonesia.
Perbandingan Indonesia dan Swiss: Sebuah Studi Kasus
Swiss, negara kecil dengan populasi sekitar 8,8 juta jiwa (data 2024), mencatatkan PDB per kapita USD 98.770 (IMF, 2023), jauh melampaui Indonesia yang berada di angka USD 5.075. Keberhasilan Swiss bukan semata berkat sumber daya alam yang melimpah, melainkan investasi massif di bidang pendidikan, riset, dan inovasi. Diskusi dengan Dubes Achsanul Habib, KUAI PTRI Jenewa, dan diaspora Indonesia setelah sholat Tarawih di kantor PTRI, seringkali berfokus pada bagaimana Indonesia dapat meneladani keberhasilan Swiss dalam membangun bangsa. Beberapa indikator kunci menunjukkan perbedaan signifikan antara kedua negara:
- Indeks Inovasi Global: Swiss berada di peringkat ke-2 (WIPO, 2023), sementara Indonesia di peringkat 61.
- Rata-rata Lama Sekolah: Swiss mencapai 13,4 tahun, sedangkan Indonesia hanya 8,6 tahun (World Bank, 2023).
- Pengeluaran R&D: Swiss mengalokasikan 3,2% PDB untuk riset dan pengembangan, jauh lebih tinggi daripada Indonesia yang hanya 0,3% (UNESCO, 2023).
- Tingkat Literasi: Swiss mendekati 100%, sementara Indonesia berada di angka 96%, dengan tantangan signifikan dalam literasi fungsional (OECD, 2022).
- Sistem Pendidikan Vokasi: Swiss memiliki sistem pendidikan vokasi yang sukses, dengan 70% siswa memilih jalur pendidikan berbasis keterampilan dan terintegrasi dengan industri. Hasilnya, tingkat pengangguran Swiss rendah (2,2% pada 2023), berbeda jauh dengan Indonesia (5,7% pada 2023).
Pelajaran Berharga untuk Indonesia: Menuju Peradaban Berbasis Ilmu
Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar, Indonesia seharusnya dapat mengimplementasikan nilai "Iqra'" sebagai fondasi pembangunan. Namun, data menunjukkan masih banyak tantangan yang perlu diatasi. Indeks literasi Indonesia masih rendah (peringkat 69 dari 76 negara dalam studi PISA, OECD 2022), dengan minat baca masyarakat yang sangat minim (0,001%, UNESCO 2023). Jumlah paten yang didaftarkan juga jauh lebih rendah dibandingkan Swiss (2.800 vs 7.500 per tahun, WIPO 2023). Keberhasilan Swiss dalam melahirkan merek-merek global ternama seperti Rolex, Omega, Nestle, dan Lindt, menjadi bukti nyata dari komitmen mereka pada inovasi dan kualitas.
Berdasarkan pengamatan dan diskusi di Swiss, beberapa poin penting dapat dipetik sebagai pembelajaran bagi Indonesia:
- Pengembangan Budaya Literasi Sejak Dini: Sistem pendidikan di Swiss menekankan pembelajaran berbasis eksplorasi dan pengalaman, bukan sekadar hafalan. Hal ini kontras dengan sistem pendidikan di Indonesia yang seringkali memberatkan siswa dengan tugas rumah tanpa pengalaman belajar yang aplikatif.
- Peningkatan Investasi di Riset dan Pendidikan: Indonesia perlu meningkatkan anggaran riset dan pengembangan mendekati 2% dari PDB, seperti negara-negara maju.
- Reformasi Pendidikan Berorientasi Keterampilan: Sistem pendidikan vokasi Swiss yang terintegrasi dengan industri dapat menjadi model bagi Indonesia.
- Penggunaan Ilmu sebagai Dasar Pengambilan Keputusan: Indonesia perlu lebih melibatkan akademisi dan ilmuwan dalam proses pengambilan kebijakan nasional.
Nuzulul Quran: Momentum Kebangkitan
Nuzulul Quran bukan hanya peristiwa sejarah, tetapi juga momentum refleksi untuk mengimplementasikan nilai "Iqra'" dalam pembangunan bangsa. Dengan meneladani keberhasilan Swiss, Indonesia dapat membangun peradaban yang maju dan bermartabat. Semoga Ramadhan 2025 menjadi momentum untuk menghidupkan kembali semangat "Iqra'" dan membangun Indonesia yang lebih baik.