Pemeriksaan Kasus Lingkungan KEK Lido Ditunda, KLH Tunggu Jawaban Hary Tanoesoedibjo

Pemeriksaan Kasus Lingkungan KEK Lido Ditunda, KLH Tunggu Jawaban Hary Tanoesoedibjo

Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tengah menghadapi kendala dalam proses investigasi dugaan pelanggaran lingkungan di Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Lido, Bogor, Jawa Barat. Hary Tanoesoedibjo, yang menjadi pihak yang dituju dalam penyelidikan ini, telah mengajukan permohonan penundaan pemeriksaan. Hal ini diungkapkan oleh Deputi Bidang Penegakan Hukum KLH, Rizal Irawan, dalam keterangannya di Jakarta Pusat, Selasa (18/3/2025). Undangan pemeriksaan telah disampaikan kepada Hary Tanoesoedibjo, namun pihak yang bersangkutan meminta penundaan melalui surat resmi.

Rizal Irawan menjelaskan bahwa KLH berharap proses pemeriksaan dapat diselesaikan paling lambat tanggal 21 Maret 2025. Namun, adanya beberapa pihak lain yang juga mengajukan permohonan penundaan pemeriksaan, membuat jadwal tersebut menjadi tidak pasti. Pihak KLH menyatakan bahwa penundaan pemeriksaan hanya akan dipertimbangkan jika terdapat alasan yang kuat dan dapat dipertanggungjawabkan. Apabila alasan tersebut tidak memadai, KLH tidak segan-segan mengirimkan surat panggilan kedua kepada saksi yang bersangkutan. Ketegasan ini mencerminkan komitmen KLH untuk menyelesaikan investigasi ini secara tuntas dan adil.

Lebih lanjut, Rizal Irawan kembali menegaskan sejumlah pelanggaran lingkungan yang diduga dilakukan oleh pengelola KEK Lido. Dalam konferensi pers sebelumnya di Jakarta Timur pada Jumat (7/2/2025), Rizal memaparkan temuan-temuan yang menjadi dasar penyelidikan. Diantaranya adalah kegagalan pengelola dalam memperbarui dokumen persetujuan lingkungan setelah perubahan kepemilikan perusahaan dari PT Lido Nirwana Parahyangan ke PT MNC Land. Hal ini merupakan pelanggaran prosedur yang krusial dalam pengelolaan lingkungan.

Selain itu, dokumen AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) yang diajukan dinilai tidak sesuai dengan kondisi aktual di lapangan dan perubahan master plan KEK Lido. Ketidaksesuaian ini menunjukkan potensi dampak lingkungan yang belum terakomodasi secara tepat. Lebih jauh, pengelola juga dianggap lalai dalam menetapkan Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) dan Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) untuk tenant KEK. Ketiadaan RKL dan RPL ini menghambat pengawasan dan pengendalian dampak lingkungan yang mungkin ditimbulkan oleh aktivitas para tenant.

Puncaknya, pengelola KEK Lido juga diduga mengabaikan kajian terkait limpasan dan perubahan aliran air, serta pengelolaan limbah yang berpotensi mencemari Danau Lido. Pengawasan terhadap hal ini sangat penting untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan yang berdampak luas. Jika terbukti bersalah, pihak yang bertanggung jawab akan dijerat dengan Pasal 98 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dengan ancaman hukuman penjara minimal tiga tahun dan maksimal sepuluh tahun, serta denda minimal Rp 3 miliar dan maksimal Rp 10 miliar. KLH berkomitmen untuk memastikan penegakan hukum dijalankan secara konsisten, guna melindungi lingkungan dan masyarakat dari dampak pencemaran lingkungan.

KLH saat ini tengah menunggu tanggapan resmi dari Hary Tanoesoedibjo terkait penundaan pemeriksaan. Proses investigasi akan terus berlanjut dengan memperhatikan prinsip-prinsip hukum dan keadilan. Kepastian hukum dan perlindungan lingkungan hidup menjadi fokus utama dalam kasus ini.