Perlindungan 87 Persen Lahan Sawah Nasional: Strategi Pemerintah Cegah Alih Fungsi Lahan

Perlindungan 87 Persen Lahan Sawah Nasional: Strategi Pemerintah Cegah Alih Fungsi Lahan

Pemerintah berkomitmen untuk memperkuat perlindungan lahan sawah di Indonesia guna menjaga ketahanan pangan nasional. Langkah signifikan ini diwujudkan melalui revisi Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019, yang akan memperluas cakupan lahan sawah yang dilindungi hingga mencapai 87 persen dari total lahan baku sawah (LBS) di seluruh Indonesia. Revisi ini akan memanfaatkan mekanisme percepatan yang tertuang dalam Pasal 66 Perpres 87 Tahun 2014, guna memastikan prosesnya berjalan efektif dan efisien. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa setelah revisi Perpres rampung dan ditandatangani, penetapan lahan sawah yang dilindungi akan segera dilakukan.

Sebelumnya, perlindungan lahan sawah difokuskan pada delapan provinsi, meliputi Sumatera Barat, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB), dengan total luas mencapai 3,8 juta hektar. Namun, cakupan perlindungan ini kini diperluas hingga mencakup 20 provinsi dengan penambahan 12 provinsi baru, yaitu Aceh, Sumatera Utara, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan beberapa daerah lumbung pangan lainnya. Penambahan ini mencakup area seluas 2,7 juta hektar lahan sawah. Lahan-lahan sawah yang masuk dalam program perlindungan ini akan ditetapkan sebagai Lahan Pertanian dan Pangan Berkelanjutan (LP2B), yang pengelolaannya wajib melibatkan pemerintah daerah.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional, Nusron Wahid, memaparkan data signifikan terkait keberhasilan program perlindungan lahan sawah. Data menunjukkan penurunan drastis alih fungsi lahan pertanian menjadi pemukiman atau industri. Pada periode 2019-2021, tercatat alih fungsi lahan pertanian mencapai 136.000 hektar. Namun, setelah program Lahan Sawah Dilindungi (LSD) diterapkan, angka tersebut menurun tajam menjadi 5.600 hektar pada periode 2021 hingga Februari 2025. Penurunan ini membuktikan efektivitas program LSD dalam menjaga kelestarian lahan pertanian. Namun, Nusron Wahid juga menjelaskan bahwa masih ada alih fungsi lahan yang terjadi dikarenakan belum seluruh lahan sawah ditetapkan sebagai LP2B.

Oleh karena itu, pemerintah menetapkan kebijakan tegas untuk menjadikan 87 persen total lahan baku sawah sebagai LP2B. Dengan status LP2B, lahan sawah tersebut tidak dapat dialihfungsikan untuk kepentingan selain ketahanan pangan. Namun, terdapat pengecualian, yaitu apabila pemohon alih fungsi lahan mampu menyediakan lahan pengganti dengan tingkat produktivitas yang setara. Sebagai contoh, jika lahan yang akan dialihfungsikan menghasilkan 10 ton gabah per hektar, maka pemohon wajib menyediakan lahan pengganti dengan produktivitas yang sama. Pemerintah akan menyelaraskan kebijakan LSD dan LP2B serta meningkatkan pengawasan terhadap usulan perubahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang diajukan pemerintah daerah, khususnya yang berkaitan dengan perubahan fungsi lahan sawah yang dilindungi.

Langkah komprehensif ini diharapkan mampu menjaga ketahanan pangan nasional dan keberlanjutan sektor pertanian Indonesia untuk generasi mendatang. Pemerintah menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam mewujudkan keberhasilan program ini.