Aktivis Tolak Klarifikasi Polisi Terkait Demonstrasi di Hotel Fairmont, Tuduh Kriminalisasi Aksi Publik

Aktivis Tolak Klarifikasi Polisi, Tuduh Kriminalisasi Aksi Publik

Dua aktivis, Andrie Yunus dan Javier Maramba Pandin, menolak memenuhi panggilan klarifikasi Polda Metro Jaya terkait demonstrasi di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat, pada Sabtu, 15 Maret 2025. Keduanya dilaporkan oleh petugas keamanan hotel, RYK, setelah aksi protes terhadap pembahasan revisi Undang-Undang TNI yang dianggap tertutup dan tidak transparan. Tim Advokasi untuk Demokrasi (TAUD), yang mewakili para aktivis, menyatakan penolakan tersebut di Polda Metro Jaya pada Selasa, 18 Maret 2025. TAUD menilai surat panggilan klarifikasi yang diterima pada Minggu malam, 16 Maret 2025, dengan tenggat waktu Selasa pagi, tidak sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Anggota TAUD, Arif Maulana, menegaskan bahwa panggilan tersebut melanggar ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang mensyaratkan tenggat waktu minimal tiga hari kerja. “Undangan klarifikasi disampaikan secara tidak patut. Baru satu hari kerja, kami sudah diminta hadir,” tegas Arif. TAUD menduga laporan polisi tersebut merupakan upaya Strategic Lawsuit Against Public Participation (SLAPP), yang bertujuan membungkam partisipasi publik dalam pengawasan kebijakan publik. Mereka menilai tindakan ini sebagai kriminalisasi terhadap hak berpendapat dan berekspresi, khususnya terkait pengawasan proses pembentukan Undang-Undang TNI yang dinilai tidak demokratis dan tertutup.

Kronologi Aksi dan Tuntutan Aktivis:

  • Aksi protes dilakukan oleh tiga aktivis dari Koalisi Masyarakat Sipil untuk sektor keamanan di Hotel Fairmont, tempat berlangsungnya rapat Panitia Kerja (Panja) Revisi Undang-Undang TNI.
  • Para aktivis berupaya masuk ke ruang rapat, namun dihalangi petugas hotel. Terjadi insiden fisik di mana salah satu aktivis terdorong dan terjatuh.
  • Para aktivis meneriakkan tuntutan agar pembahasan RUU TNI dihentikan, menolak revisi yang dianggap berpotensi menghidupkan kembali dwifungsi TNI, dan menuntut transparansi dalam proses legislasi.
  • Laporan polisi atas aksi tersebut terdaftar dengan nomor LP/B/1876/III/2025/SPKT/POLDA METRO JAYA.

Penilaian TAUD dan Implikasi Hukum:

TAUD menilai laporan polisi tersebut tidak berdasar dan merupakan bentuk kriminalisasi terhadap aktivitas advokasi dan pengawasan publik. Mereka mengingatkan Polda Metro Jaya untuk berhati-hati dan cermat dalam menindaklanjuti laporan tersebut, serta memperhatikan hak konstitusional masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan kebijakan publik. Arif menekankan bahwa pembahasan RUU TNI yang tertutup di Hotel Fairmont bertentangan dengan prinsip efisiensi anggaran dan transparansi pemerintahan. Kasus ini menimbulkan pertanyaan tentang perlindungan terhadap kebebasan berekspresi dan hak untuk mengawasi jalannya pemerintahan.

TAUD bersikukuh bahwa tindakan para aktivis dilindungi oleh konstitusi dan prinsip-prinsip demokrasi. Mereka akan terus mengawal kasus ini dan memastikan agar hak-hak kliennya terlindungi. Kasus ini juga menyoroti pentingnya transparansi dan partisipasi publik dalam proses legislasi di Indonesia.