Trading Halt Perdana Sejak Pandemi: IHSG Anjlok 6,12 Persen di Tengah Sentimen Global dan Domestik yang Buruk
Trading Halt Perdana Sejak Pandemi: IHSG Anjlok 6,12 Persen di Tengah Sentimen Global dan Domestik yang Buruk
Pasar saham Indonesia mengalami guncangan signifikan pada Selasa, 18 Maret 2025, ditandai dengan penurunan drastis Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sebesar 6,12 persen atau 395,87 poin, hingga menyentuh level 6.076,08 pada penutupan sesi pertama. Penurunan tajam ini memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk menerapkan kebijakan trading halt, penghentian sementara perdagangan saham, untuk pertama kalinya sejak pandemi Covid-19 melanda pada Maret 2020. Langkah ini merupakan mekanisme protektif yang dirancang untuk menstabilkan pasar dan melindungi investor dari potensi kerugian lebih lanjut di tengah kondisi pasar yang bergejolak.
Penurunan IHSG tidak berdiri sendiri. Indeks LQ45, yang melacak saham-saham blue chip, juga mengalami koreksi signifikan, turun 5,25 persen atau 38,27 poin ke posisi 691,08. Trading halt, yang berlangsung selama 30 menit sesuai regulasi BEI, diberlakukan setelah IHSG mengalami penurunan lebih dari 5 persen dalam sehari, menunjukkan keparahan situasi dan membuat investor mengalami ketidakpastian yang cukup tinggi. Hal ini juga menunjukkan betapa sensitifnya pasar saham terhadap berbagai faktor internal dan eksternal.
Mekanisme Trading Halt dan Aturan yang Berlaku
Trading halt merupakan kebijakan yang dirancang untuk menjaga stabilitas pasar modal. Tujuan utama dari kebijakan ini adalah untuk memberikan waktu bagi investor untuk memproses informasi baru dan mengambil keputusan investasi yang lebih rasional. Selama masa trading halt, semua aktivitas perdagangan saham dihentikan sementara, mencegah transaksi jual beli yang berpotensi memperburuk situasi. BEI menerapkan aturan yang jelas mengenai pemberlakuan trading halt, diantaranya:
- Trading Halt 30 Menit: Diberlakukan jika IHSG turun lebih dari 5 persen dalam satu hari perdagangan.
- Trading Halt 30 Menit Lanjutan: Jika penurunan IHSG melebihi 10 persen, masa penghentian perdagangan diperpanjang selama 30 menit lagi.
- Trading Suspend: Jika penurunan IHSG melebihi 15 persen, perdagangan dihentikan hingga akhir sesi atau lebih lama, tergantung persetujuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Perbedaan antara trading halt dan trading suspend terletak pada penanganan order yang belum dieksekusi. Pada trading suspend, seluruh order yang belum dieksekusi akan dibatalkan secara otomatis, sementara pada trading halt investor masih bisa menunggu dan melakukan perubahan order setelah perdagangan kembali dibuka.
Analisis Penyebab Penurunan IHSG
Anjloknya IHSG pada 18 Maret 2025 merupakan dampak dari berbagai faktor, baik global maupun domestik. Secara global, eskalasi konflik Rusia-Ukraina, kebijakan tarif dagang antara Uni Eropa dan Amerika Serikat, serta ancaman resesi di Amerika Serikat telah menciptakan ketidakpastian yang tinggi di pasar global. Hal ini mendorong investor untuk mencari aset yang lebih aman, sehingga menyebabkan aliran modal keluar dari pasar saham emerging market, termasuk Indonesia.
Sementara itu, dari sisi domestik, kondisi ekonomi nasional yang melemah juga turut berkontribusi. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang melebar akibat penurunan penerimaan negara dan penerimaan pajak, serta lonjakan utang pemerintah menjadi faktor utama yang membebani pasar saham. Sentimen pasar juga dipengaruhi oleh kebijakan ekonomi yang dianggap tidak realistis, meningkatnya kasus korupsi, dan revisi Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) yang berpotensi menimbulkan gejolak politik. Potensi penurunan peringkat kredit Indonesia oleh lembaga pemeringkat internasional juga semakin memperburuk situasi. Hal ini menyebabkan investor beralih ke instrumen yang lebih stabil, seperti obligasi, meninggalkan pasar saham yang dianggap lebih berisiko.
Implikasi dan Prospek Ke Depan
Kejadian ini menunjukkan betapa vulnerabelnya pasar saham Indonesia terhadap faktor eksternal dan internal. Pemerintah dan otoritas pasar modal diharapkan untuk terus memonitor situasi dan mengambil langkah yang tepat untuk memperkuat ketahanan pasar saham. Transparansi informasi dan kebijakan yang konsisten sangat diperlukan untuk memulihkan kepercayaan investor dan mendorong pertumbuhan pasar modal yang sehat dan berkelanjutan. Pengelolaan risiko yang baik juga sangat penting untuk mencegah terulangnya situasi seperti ini di masa yang akan datang.