PLBN Labang: Proyek Megah Rp 210 Miliar Terkendala Operasional dan Aksesibilitas
PLBN Labang: Proyek Megah Rp 210 Miliar Terkendala Operasional dan Aksesibilitas
Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Labang di Nunukan, Kalimantan Utara, yang diresmikan mantan Presiden Joko Widodo pada 2 Oktober 2024 dengan anggaran mencapai Rp 210 miliar, hingga kini belum beroperasi secara optimal. Meskipun bangunan telah berdiri megah, fungsinya masih sangat terbatas, jauh dari harapan sebagai zona penyangga pertahanan negara dan penggerak ekonomi wilayah perbatasan. Kondisi ini menunjukkan adanya disparitas antara investasi besar yang telah digelontorkan dengan realisasi di lapangan.
Kendala utama operasional PLBN Labang terletak pada beberapa faktor krusial. Kurangnya respons dari pihak Malaysia menjadi penghambat utama. Kerja sama bilateral yang efektif sangat diperlukan untuk memastikan kelancaran lalu lintas orang dan barang di perbatasan. Selain itu, kebijakan efisiensi anggaran melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 1/2025 turut berpengaruh. Pemangkasan jumlah personel, dari semula tiga menjadi satu petugas di PLBN Labang, mengakibatkan terbatasnya pengawasan dan pelayanan di lokasi yang aksesnya sulit.
Aksesibilitas yang Ekstrem dan Biaya Tinggi
Berbeda dengan PLBN Sebatik yang relatif mudah diakses, PLBN Labang berada di pedalaman dan hanya dapat dijangkau melalui jalur sungai yang memakan waktu lebih dari 15 jam. Perjalanan ini meliputi tiga tahap: menyeberangi laut dan sungai dengan speed boat ke Sei Ular (1 jam), perjalanan darat ke Lumbis (8 jam), dan terakhir naik long boat ke Labang (6 jam). Biaya perjalanan pulang pergi mencapai Rp 26 juta, merupakan beban yang cukup signifikan, terlebih bagi petugas yang bertugas secara bergilir setiap bulan dan harus membawa persediaan logistik sendiri karena keterbatasan fasilitas di lokasi.
Perjalanan yang panjang dan melelahkan ini juga berisiko tinggi. Kapal seringkali harus melewati jalur sungai yang berbahaya, dipenuhi jiram dan batu besar yang mengancam keselamatan. Kondisi ini menambah kompleksitas operasional PLBN Labang dan menjadi faktor penghambat utama dalam menjalankan tugas pengawasan dan pelayanan.
Tantangan Sosialisasi dan Penegakan Hukum
PLBN Labang, yang berbatasan langsung dengan sungai, memiliki tantangan unik dalam hal pengawasan dan penegakan hukum. Masyarakat setempat, yang belum sepenuhnya terbiasa dengan prosedur pemeriksaan di perbatasan, seringkali enggan dihentikan oleh petugas saat melintas sungai. Hal ini mengakibatkan kesulitan dalam melakukan pemeriksaan terhadap barang bawaan dan dokumen perjalanan. Petugas bahkan kerap menerima intimidasi dan ancaman dari masyarakat yang merasa terganggu aktivitasnya.
Kondisi arus sungai yang deras juga mempersulit penindakan terhadap kapal-kapal yang masuk dari Malaysia. Saat arus deras, kapal-kapal tersebut sulit dihentikan untuk pemeriksaan, meningkatkan potensi penyelundupan barang terlarang. Oleh karena itu, upaya edukasi dan sosialisasi kepada masyarakat perbatasan mengenai pentingnya melengkapi dokumen resmi dan mematuhi peraturan keimigrasian dan kepabeanan sangatlah penting dan mendesak.
Investasi Besar, Hasil Minim
PLBN Labang hanyalah satu contoh dari beberapa PLBN yang operasionalnya belum optimal meskipun telah menelan biaya investasi yang sangat besar. Beberapa PLBN lainnya yang juga diresmikan pada tanggal yang sama antara lain:
- PLBN Terpadu Napan (NTT) – Rp 128 miliar
- PLBN Serasan (Kepulauan Riau) – Rp 145 miliar
- PLBN Jagoi Babang (Kalimantan Barat) – Rp 224 miliar
- PLBN Long Nawang (Kalimantan Utara) – Rp 243 miliar
- PLBN Sei Nyamuk (Nunukan, Kaltara) – Rp 248 miliar
- PLBN Yetetkun (Papua Selatan) – Rp 127 miliar
Kondisi ini mempertanyakan efektivitas pengelolaan dan pengawasan proyek pembangunan PLBN di Indonesia, khususnya di wilayah perbatasan Kalimantan. Evaluasi menyeluruh dan langkah strategis diperlukan untuk mengatasi kendala operasional dan memastikan investasi besar tersebut memberikan dampak yang signifikan bagi perekonomian dan keamanan negara di wilayah perbatasan.