Anggota DPRD Pertanyakan Negosiasi terhadap 13 Warga Negara China Pelaku Investasi Fiktif di Batam
Anggota DPRD Kepri Pertanyakan Negosiasi Terhadap 13 WNA China Pelaku Investasi Fiktif
Anggota DPRD Provinsi Kepulauan Riau (Kepri), Lik Khai, menyoroti dugaan negosiasi yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Imigrasi dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terhadap 13 warga negara asing (WNA) asal China yang terlibat dalam kasus investasi fiktif. Ke-13 WNA tersebut sebelumnya diamankan dalam Operasi Wira Waspada di Batam. Lik Khai mempertanyakan transparansi proses hukum dan sikap yang dianggap lunak terhadap para pelaku. Pernyataan Plt Direktur Jenderal Imigrasi, Saffar Muhammad Godam, yang menyebutkan bahwa ke-13 WNA tersebut masih menjalani pemeriksaan dan berpotensi mendapatkan sanksi berupa denda, deportasi, atau kesempatan memperbaiki persyaratan investasi, dinilai janggal oleh Lik Khai.
"Pernyataan tersebut menimbulkan pertanyaan besar," ujar Lik Khai dalam wawancara telepon pada Selasa (18/3/2025). "Mereka telah ditangkap dan dikenakan rompi oranye, yang menandakan pelanggaran hukum. Jika memang ada negosiasi, seharusnya mereka tidak dilepas. Langkah yang tepat adalah langsung mendeportasi mereka." Kekhawatiran Lik Khai diperkuat oleh informasi yang ia terima dari rekan kerjanya di sebuah perusahaan Penanaman Modal Asing (PMA) di Batam, yang menyebutkan bahwa ke-13 WNA tersebut telah dikembalikan ke perusahaan masing-masing setelah konferensi pers pihak imigrasi. Hal ini menimbulkan dugaan adanya upaya intervensi yang mengaburkan proses penegakan hukum.
Lik Khai mendesak pihak Imigrasi untuk lebih transparan dalam menangani kasus ini dan memberikan penjelasan yang detail terkait tindak lanjut hukum terhadap para WNA yang terbukti melanggar aturan keimigrasian. Ia juga menyoroti masalah yang lebih luas, yakni maraknya tenaga kerja asing (TKA) asal China yang masuk ke Batam dengan visa kunjungan, tanpa memenuhi persyaratan ketenagakerjaan yang berlaku. Hal ini, menurutnya, merugikan tenaga kerja lokal yang kesulitan mendapatkan kesempatan kerja.
Dampak Terhadap Tenaga Kerja Lokal
Lebih lanjut, Lik Khai yang merupakan keturunan Tionghoa, menyatakan keprihatinannya atas praktik perekrutan TKA dari China yang cenderung mengabaikan aturan ketenagakerjaan di Indonesia. Banyak perusahaan PMA asal China, menurutnya, bersikap arogan dan tidak memberikan kesempatan kerja yang layak kepada pekerja Indonesia. "Banyak perusahaan China di Indonesia tidak mematuhi Undang-Undang Ketenagakerjaan," tegas Lik Khai. "Mereka meremehkan tenaga kerja lokal dan memprioritaskan pekerja dari negaranya sendiri. Ini sangat merugikan kita." Ia mendesak pemerintah untuk melakukan pengawasan yang lebih ketat terhadap perusahaan PMA asal China dan memastikan mereka mematuhi semua peraturan yang berlaku di Indonesia.
Tuntutan Transparansi dan Penegakan Hukum
Kesimpulannya, Lik Khai meminta agar kasus 13 WNA China pelaku investasi fiktif ini ditangani secara transparan dan tegas. Ia mendesak agar proses hukum dijalankan sesuai dengan peraturan yang berlaku tanpa adanya negosiasi yang merugikan kepentingan negara dan tenaga kerja lokal. Selain itu, ia juga berharap pemerintah meningkatkan pengawasan terhadap masuknya TKA asing dan memastikan kepatuhan perusahaan PMA terhadap peraturan ketenagakerjaan Indonesia. Ketidakjelasan proses hukum dan dugaan negosiasi tersebut menimbulkan kecemasan publik dan menuntut respon yang tegas dari pihak berwenang.
Catatan: Informasi mengenai tanggal 13 April 2025 dan 18 Maret 2025 telah dipertahankan sesuai sumber asli.