Anjloknya IHSG: Wamenkeu Dorong Investasi Surat Berharga Negara di Tengah Koreksi Pasar

Anjloknya IHSG: Wamenkeu Dorong Investasi Surat Berharga Negara di Tengah Koreksi Pasar

Penurunan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada Selasa, 18 Maret 2025, telah memicu kekhawatiran di pasar modal domestik. IHSG mengalami koreksi tajam sebesar 6,12 persen atau 395,86 poin, menutup sesi pertama perdagangan di level 6.076,08. Koreksi ini bahkan memaksa Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk memberlakukan trading halt untuk pertama kalinya sejak awal pandemi Covid-19 pada Maret 2020, menandakan keparahan situasi. Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu), Thomas Djiwandono, justru mendorong masyarakat untuk melirik alternatif investasi yang lebih stabil, yaitu Surat Berharga Negara (SBN).

Dalam keterangannya di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Wamenkeu Thomas Djiwandono menyampaikan optimismenya terhadap kinerja SBN. Ia menyatakan bahwa SBN saat ini berada dalam kondisi yang sangat baik dan layak dipertimbangkan sebagai instrumen investasi. "Lihat SBN kita, bagus sekali hari ini," tegasnya. Pernyataan tersebut disampaikan sebagai upaya untuk meredam keresahan pasar dan meyakinkan publik bahwa kondisi pasar keuangan Indonesia tetap aman di tengah fluktuasi IHSG. Wamenkeu bahkan secara gamblang menyatakan, "Aman," sebagai penegasan atas stabilitas sektor keuangan secara keseluruhan.

Namun, penurunan IHSG bukan tanpa sebab. Analisis dari Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, menunjuk pada faktor-faktor domestik sebagai pemicu utama. Salah satu faktor krusial adalah penurunan penerimaan negara yang signifikan. Data menunjukkan penurunan penerimaan negara sebesar 30,19 persen secara tahunan, mencapai angka Rp 269 triliun. Kondisi ini berdampak pada melebarnya defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), yang mencapai Rp 3,2 triliun pada Februari 2025. Lebih lanjut, penurunan belanja pemerintah sebesar 7 persen juga turut memperparah situasi, mengakibatkan peningkatan utang negara sebesar 44,77 persen pada Januari 2025.

Situasi fiskal yang kurang menguntungkan ini membuat Bank Indonesia dihadapkan pada tantangan dalam menurunkan suku bunga. Kondisi ini, menurut Nico Demus, mendorong investor untuk mencari aset yang lebih aman, sehingga berdampak pada penurunan IHSG. Artinya, anjloknya IHSG merupakan refleksi dari kompleksitas permasalahan ekonomi makro yang perlu mendapat perhatian serius dari pemerintah. Meskipun Wamenkeu menekankan keamanan pasar keuangan dan mendorong investasi di SBN, perlu evaluasi dan langkah-langkah konkret untuk mengatasi permasalahan fundamental yang menyebabkan penurunan IHSG dan menjaga stabilitas ekonomi secara berkelanjutan.

Berikut poin-poin penting yang perlu diperhatikan:

  • IHSG anjlok 6,12 persen (395,86 poin) pada sesi pertama perdagangan Selasa, 18 Maret 2025.
  • BEI memberlakukan trading halt untuk pertama kalinya sejak Maret 2020.
  • Penurunan penerimaan negara sebesar 30,19 persen secara tahunan.
  • Defisit APBN mencapai Rp 3,2 triliun pada Februari 2025.
  • Penurunan belanja pemerintah sebesar 7 persen.
  • Peningkatan utang negara sebesar 44,77 persen pada Januari 2025.
  • Wamenkeu mendorong investasi di Surat Berharga Negara (SBN).