Megawati Tekankan Supremasi Sipil dalam Revisi UU TNI: Tolak Kembalinya Dwifungsi ABRI

Megawati Tolak Revisi UU TNI Kembali ke Orde Baru

Ketua Umum PDI-P, Megawati Soekarnoputri, melalui Ketua Komisi I DPR dari Fraksi PDI-P, Utut Adianto, menyampaikan pesan tegas terkait revisi Undang-Undang TNI yang tengah dibahas. Megawati menekankan perlunya mempertahankan supremasi sipil dan menolak upaya untuk menghidupkan kembali dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru. Pernyataan ini disampaikan Utut Adianto pada Selasa (18/3/2025) di Gedung DPR, Senayan, Jakarta. Ia menjelaskan bahwa pesan Megawati berfokus pada tiga hal utama: menghindari penguatan militeristik yang dapat mengarah pada kembalinya sistem Orde Baru, menegaskan supremasi sipil atas militer, dan memberikan perhatian khusus pada kesejahteraan prajurit.

"Ibu Megawati berpesan agar revisi UU TNI tidak mengembalikan dwifungsi ABRI yang ada pada masa Orde Baru dan tetap mempertahankan supremasi sipil," ujar Utut. Ia menambahkan, inti pesan Megawati adalah agar revisi UU TNI tidak menyebabkan kembalinya dwifungsi ABRI dan supremasi sipil tetap terjaga. Hal ini semakin penting mengingat persetujuan PDI-P, bersama tujuh fraksi lainnya, untuk membawa revisi UU TNI ke rapat paripurna DPR untuk disahkan menjadi undang-undang. Sikap PDI-P ini menarik perhatian publik mengingat penolakan Megawati terhadap revisi UU TNI dan UU Polri yang telah disampaikan sebelumnya.

Ketidaksetujuan Megawati terhadap Revisi UU TNI dan UU Polri

Sebelumnya, dalam pidato pada Musyawarah Kerja Nasional Partai Perindo 2024 di MNC Tower, Jakarta (30/7/2024), Megawati Soekarnoputri secara terbuka menyatakan ketidaksetujuannya terhadap revisi UU TNI dan UU Polri. Ia khawatir revisi tersebut bertujuan untuk menyamakan kedudukan TNI dan Polri, sebuah gagasan yang sangat ditentang oleh Megawati. Ia mencontohkan, "Kalau disetarakan artinya kalau AURI-nya (TNI AU) punya pesawat, berarti polisinya juga mesti punya pesawat dong." Ia menganggap bahwa penyamaan kedudukan kedua institusi tersebut tidak perlu dan tidak relevan, terutama mengingat perbedaan usia dan peran masing-masing institusi.

Megawati juga mengingatkan kembali pada TAP MPR Nomor VI/MPR/2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri. Ia mempertanyakan tujuan dibalik upaya penyamaan kedudukan TNI dan Polri, mengingat TAP MPR tersebut sudah dengan jelas memisahkan kedua institusi. Megawati dengan tegas menyatakan ketidakpahamannya terhadap alasan dibalik revisi tersebut, dan menyerukan agar rencana tersebut dikaji ulang. Pernyataan tegas Megawati ini menimbulkan pertanyaan tentang implikasi dari persetujuan PDI-P terhadap revisi UU TNI, mengingat penolakan yang kuat sebelumnya oleh ketua umum partai tersebut. Revisi ini kini menunggu pengesahan di rapat paripurna DPR, dan pernyataan Megawati akan menjadi sorotan publik dan menjadi bahan pertimbangan bagi anggota DPR dalam proses pengambilan keputusan.

Perhatian terhadap Kesejahteraan Prajurit

Selain penekanan pada supremasi sipil dan penolakan terhadap dwifungsi ABRI, pesan Megawati juga menekankan pentingnya perhatian terhadap kesejahteraan prajurit. Hal ini menunjukkan bahwa Megawati tidak hanya fokus pada aspek struktural dan yuridis, tetapi juga memperhatikan aspek kesejahteraan anggota TNI. Ini adalah poin penting yang perlu dipertimbangkan dalam proses revisi UU TNI agar dapat menghasilkan undang-undang yang tidak hanya memperkuat pertahanan negara, tetapi juga melindungi dan meningkatkan kesejahteraan prajurit.