Perlindungan 2,7 Juta Hektare Sawah: Tantangan Keseimbangan Ketahanan Pangan dan Program Sejuta Rumah

Perlindungan 2,7 Juta Hektare Sawah: Tantangan Keseimbangan Ketahanan Pangan dan Program Sejuta Rumah

Pemerintah menegaskan komitmennya dalam melindungi lahan pertanian produktif melalui penetapan 2,75 juta hektare lahan sawah sebagai Lahan Sawah yang Dilindungi (LSD) dan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) di 12 provinsi. Kebijakan ini, yang diimplementasikan melalui revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2019 tentang Pengendalian Alih Fungsi Lahan Sawah, menimbulkan tantangan dalam menyeimbangkan kebutuhan pembangunan perumahan, khususnya program 3 juta rumah, dengan ketahanan pangan nasional. Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menekankan bahwa LSD dan LP2B tidak dapat digunakan untuk pembangunan, termasuk untuk program perumahan berskala besar tersebut.

"Penggunaan lahan sawah untuk pembangunan, terutama untuk perumahan murah, perlu diatur secara ketat," tegas Menteri Nusron. Ia menjelaskan bahwa lahan sawah seringkali menjadi pilihan karena harganya yang relatif terjangkau, namun hal ini mengancam ketahanan pangan. Oleh karena itu, pemerintah berkomitmen untuk menertibkan praktik alih fungsi lahan sawah yang tidak terkendali. "Kita harus memastikan bahwa pembangunan tidak mengorbankan lahan pertanian yang vital bagi ketahanan pangan nasional," tambahnya. Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menambahkan bahwa kebijakan ini bertujuan untuk mengamankan produksi pangan dan mendukung ketahanan pangan jangka panjang.

Berikut rincian luas lahan sawah yang dilindungi di tiap provinsi:

  • Aceh: 201.221 ha
  • Sumatera Utara: 308.672 ha
  • Riau: 58.891 ha
  • Jambi: 68.243 ha
  • Sumatera Selatan: 484.082 ha
  • Bengkulu: 42.796 ha
  • Lampung: 336.457 ha
  • Kepulauan Bangka Belitung: 22.454 ha
  • Kepulauan Riau: 872 ha
  • Kalimantan Barat: 194.476 ha
  • Kalimantan Selatan: 340.368 ha
  • Sulawesi Selatan: 659.437 ha

Kebijakan ini bukan tanpa tantangan. Program 3 juta rumah, yang bertujuan untuk menyediakan perumahan terjangkau bagi masyarakat, memerlukan lahan yang cukup. Pemerintah dihadapkan pada dilema dalam memenuhi kebutuhan perumahan tanpa mengorbankan lahan pertanian produktif. Langkah selanjutnya adalah merumuskan strategi yang tepat untuk memastikan ketersediaan lahan untuk program perumahan tanpa mengganggu ketahanan pangan. Hal ini membutuhkan kolaborasi antar kementerian dan lembaga terkait, serta melibatkan partisipasi aktif dari seluruh pemangku kepentingan. Salah satu alternatif yang mungkin dipertimbangkan adalah pengembangan kawasan perumahan di lahan non-pertanian yang sudah tersedia dan sesuai dengan aturan tata ruang.

Pemerintah menyadari pentingnya keseimbangan antara pembangunan dan ketahanan pangan. Revisi Perpres ini merupakan langkah strategis untuk memastikan ketahanan pangan jangka panjang, meskipun hal ini berarti perlu mencari solusi inovatif dan terintegrasi untuk memenuhi kebutuhan akan perumahan. Ke depannya, transparansi dan partisipasi publik dalam proses perencanaan dan pelaksanaan kebijakan ini akan menjadi kunci keberhasilannya.