Pemkot Surabaya Terapkan Makam Tumpang Hadapi Krisis Lahan Pemakaman
Pemkot Surabaya Terapkan Makam Tumpang Hadapi Krisis Lahan Pemakaman
Pemerintah Kota Surabaya menghadapi tantangan serius terkait keterbatasan lahan untuk Tempat Pemakaman Umum (TPU). Kondisi ini memaksa Pemkot Surabaya untuk menerapkan sistem pemakaman tumpang, suatu metode pemakaman yang memungkinkan penguburan jenazah di atas makam yang telah ada. Kebijakan ini diumumkan Wali Kota Surabaya, Eri Cahyadi, sebagai solusi atas semakin menipisnya lahan yang tersedia untuk pemakaman.
Eri Cahyadi menjelaskan bahwa penerapan sistem makam tumpang telah dimulai di TPU Keputih. Keputusan ini diambil setelah Pemkot Surabaya menilai tidak ada lagi lahan yang dapat dialokasikan untuk perluasan TPU. "Kita sudah kehabisan lahan untuk pemakaman warga Surabaya," ujar Eri dalam keterangan pers di Balai Kota Surabaya, Selasa (18/03/2025). Beliau menambahkan bahwa lahan yang tersedia saat ini telah dialokasikan untuk kepentingan ekonomi dan pembangunan lainnya. Ke depan, Pemkot akan menerapkan sistem ini di TPU-TPU lain di wilayah Surabaya.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan lahan pemakaman yang ada, Pemkot Surabaya akan melakukan pendataan jumlah penduduk di setiap RW yang memiliki TPU aktif. Data ini akan digunakan untuk menghitung kapasitas tampung TPU tersebut dan memastikan ketersediaan lahan untuk pemakaman warga setempat. "Seluruh TPU aktif akan didata untuk mengetahui kapasitasnya, apakah masih mampu menampung jenazah warga di wilayahnya atau tidak," jelas Eri. Ia menekankan bahwa TPU Keputih hanya diperuntukkan bagi warga dari RW yang tidak memiliki TPU sendiri.
Pemkot Surabaya juga menghadapi kendala anggaran dalam upaya pembebasan lahan baru untuk pemakaman. Tingginya harga tanah di Surabaya menjadi hambatan utama dalam rencana perluasan lahan pemakaman. "Harga tanah di Surabaya sangat tinggi, pembebasan lahan bisa mencapai Rp 4 juta hingga Rp 5 juta per meter persegi. Ini sama saja dengan harga rumah," ungkap Eri. Oleh karena itu, penerapan sistem pemakaman tumpang menjadi alternatif yang lebih efektif dan ekonomis.
Selain itu, Pemkot Surabaya juga merencanakan sosialisasi sistem pemakaman tumpang kepada masyarakat Surabaya. Langkah ini penting untuk memberikan pemahaman dan penerimaan masyarakat terhadap kebijakan tersebut. Pemkot juga akan berdiskusi dengan DPRD Surabaya untuk mencari solusi yang lebih komprehensif, mengingat keterbatasan anggaran APBD yang harus diprioritaskan untuk program lain, seperti perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu), pendidikan, dan kesehatan gratis. "Kita harus memprioritaskan anggaran, antara pembebasan lahan atau program pro rakyat lainnya," tambah Eri Cahyadi.
Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Surabaya, saat ini terdapat 13 lahan makam dan 1 krematorium yang dikelola Pemkot Surabaya, ditambah 535 lahan makam di kawasan perkampungan. Data ini akan menjadi acuan dalam upaya optimalisasi dan pengelolaan lahan pemakaman yang ada. Implementasi sistem pemakaman tumpang ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan lahan pemakaman di Surabaya dalam jangka pendek, sementara pencarian solusi jangka panjang terus dilakukan.
Berikut beberapa poin penting terkait kebijakan ini:
- Sistem makam tumpang diterapkan karena keterbatasan lahan.
- TPU Keputih sebagai pilot project penerapan sistem ini.
- Pendataan penduduk di RW dengan TPU aktif dilakukan untuk menghitung kapasitas tampung.
- Sosialisasi kepada masyarakat dan diskusi dengan DPRD Surabaya akan dilakukan.
- Kendala anggaran dan prioritas program lain juga menjadi pertimbangan.