Kasus Kosmetik Bermerkuri Mira Hayati: Persidangan Lanjutan Perihal Produk Ilegal dan Kesaksian Kunci

Kasus Kosmetik Bermerkuri Mira Hayati: Persidangan Lanjutan Perihal Produk Ilegal dan Kesaksian Kunci

Persidangan lanjutan kasus kosmetik ilegal yang mengandung merkuri dengan terdakwa Mira Hayati, Direktur Utama PT Agus Mira Mandiri Utama, kembali digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Sulawesi Selatan, Selasa (18/3/2025). Sidang yang berlangsung di ruang sidang utama Harifin A Tumpa ini berfokus pada pemeriksaan tiga saksi kunci yang memberikan keterangan krusial terkait proses produksi, distribusi, dan dampak dari produk kosmetik yang dihasilkan perusahaan tersebut.

Salah satu saksi yang dihadirkan adalah Irwandi, anggota Polri dari Polda Sulsel. Irwandi menjelaskan kronologi penyelidikan kasus ini yang berawal dari laporan masyarakat melalui media sosial. Laporan tersebut menyoroti dugaan kandungan merkuri dalam produk kosmetik Mira Hayati, yang kemudian mendorong pihak kepolisian untuk melakukan investigasi lebih lanjut. Proses penyelidikan melibatkan pembelian produk secara online, uji laboratorium yang bekerja sama dengan BPOM, serta pengungkapan bukti berupa ratusan produk kosmetik yang disita dari salah satu distributor atau stokis yang dipasok langsung oleh terdakwa. Hasil uji laboratorium BPOM memastikan adanya kandungan merkuri dalam produk yang disita tersebut. "Proses pengumpulan sampel dilakukan secara terukur," ungkap Irwandi di ruang sidang, "dan pengujian di laboratorium BPOM membuktikan keberadaan merkuri dalam beberapa sampel produk tersebut."

Saksi selanjutnya, Sri Endang, seorang reseller produk Mira Hayati, memberikan kesaksiannya terkait alur distribusi produk dan hubungannya dengan terdakwa. Detail keterangan Sri Endang mengenai skala penjualan, metode pemasaran, dan potensi jangkauan distribusi menjadi fokus pemeriksaan. Sedangkan Titin, General Manager PT Agus Mira Mandiri Utama, memberikan keterangan mengenai prosedur pengawasan mutu dan kepatuhan terhadap regulasi yang berlaku. Titin menyampaikan bahwa perusahaan rutin diaudit oleh BPOM secara berkala, baik bulanan, triwulan, maupun tahunan. "Perusahaan telah terdaftar di BPOM dan memiliki semua dokumen terkait," tegas Titin dalam persidangan. Namun, kesaksian ini belum tentu mampu melepaskan terdakwa dari jeratan hukum, mengingat adanya bukti kuat mengenai kandungan merkuri yang dilarang dalam produk yang diedarkan.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya mendakwa Mira Hayati berdasarkan Pasal 138 ayat (2) dan (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, terkait produksi dan pengedaran kosmetik ilegal yang tidak memenuhi standar keamanan, khasiat, dan mutu. Produk-produk kosmetik yang dihasilkan perusahaan Mira Hayati, termasuk MH Cosmetic Lightening Skin dan MH Cosmetic Night Cream, dipasarkan melalui berbagai jalur, baik agen, reseller, maupun secara online. Produk tersebut dijual dengan harga Rp 48.000 untuk paket Cream Basic dan Rp 165.000 untuk paket Premium, tanpa mengantongi izin edar resmi dari BPOM. Bukti kuat pelanggaran ini terungkap melalui hasil uji laboratorium BPOM Makassar yang menunjukkan kandungan merkuri yang berbahaya dalam produk tersebut. Selain itu, produk MH Cosmetic Night Cream juga terbukti tidak memiliki notifikasi izin edar dari BPOM, melanggar Peraturan BPOM Nomor 31 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1176 Tahun 2010. Kesimpulan dari persidangan yang sedang berlangsung akan menentukan vonis yang akan diterima oleh Mira Hayati.

Persidangan ini menjadi sorotan publik, mengingat potensi bahaya yang ditimbulkan oleh produk kosmetik yang mengandung merkuri terhadap kesehatan konsumen. Kasus ini juga menjadi pembelajaran penting bagi produsen kosmetik untuk senantiasa mematuhi standar keamanan dan regulasi yang berlaku untuk melindungi konsumen dari bahaya produk yang berbahaya. Publik menantikan putusan pengadilan yang adil dan dapat memberikan efek jera bagi pelaku usaha yang mengabaikan standar keamanan dan peraturan yang berlaku.