Jemaah Islamiyah: Dari Dakwah ke Radikalisme dan Pergulatannya dengan Negara

Jemaah Islamiyah: Dari Dakwah ke Radikalisme dan Pergulatannya dengan Negara

Buku "JI The Untold Story: Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah" karya Irjen. Pol. Sentot Prasetyo, S.I.K., menawarkan penelusuran mendalam terhadap sejarah dan evolusi Jemaah Islamiyah (JI), organisasi yang pernah dianggap sebagai jaringan teroris terbesar di Asia Tenggara. Buku ini bukan sekadar kronologi peristiwa, melainkan eksplorasi kompleksitas JI, yang awalnya bermula sebagai kelompok dakwah namun kemudian terjerumus ke dalam bayang-bayang radikalisme dan terorisme.

Sejak didirikan oleh Abdullah Sungkar dan sepuluh rekannya—kelompok yang dikenal sebagai "The Starting Eleven"—JI memulai aktivitasnya dengan fokus pada pendidikan dan penguatan internal. Mereka membangun jaringan pesantren dan lembaga dakwah untuk mencetak kader yang memahami ideologi mereka. Pada tahap awal, pendekatan JI berbeda dengan kelompok jihad global seperti Al-Qaeda. Mereka lebih memilih jalur penyebaran ilmu dan pembinaan komunitas sebelum akhirnya bergeser menuju jalur yang lebih radikal dan mengadopsi tindakan kekerasan. Buku ini mengungkap bagaimana proses tersebut terjadi secara bertahap, melalui riset mendalam dan wawancara eksklusif dengan para tokoh kunci JI.

Strategi Kaderisasi dan Militerisasi JI

JI mengembangkan sistem kaderisasi yang terstruktur dan rapi, terdokumentasikan dalam dokumen internal yang mereka sebut "Strategi Tamkin Jemaah Islamiyah". Sistem ini membagi kader menjadi dua jalur utama: kader ulama dan kader mujahid. Kader ulama dilatih di pesantren-pesantren afiliasi JI, difokuskan pada ilmu agama dan keterampilan public speaking untuk menyebarkan ideologi organisasi. Sementara itu, kader mujahid dikirim ke kamp pelatihan militer di Afghanistan, Filipina Selatan (Moro-Mindanao), dan Suriah untuk menerima pelatihan tempur dan taktik gerilya. Mereka yang lulus pelatihan kemudian dilibatkan dalam konflik di Indonesia, seperti di Ambon dan Poso.

Sistem perekrutan JI terdiri atas empat tahap utama: input, proses, output, dan cadangan. Sistem yang terorganisir ini menjamin keberlangsungan organisasi dan pasokan kader yang konsisten untuk menjalankan misi mereka. Buku ini secara detail menjelaskan bagaimana proses ini berlangsung, termasuk seleksi awal, indoktrinasi, dan pelatihan lanjutan. Hal ini menunjukkan perencanaan yang matang dan terstruktur, jauh dari gambaran organisasi yang hanya mengandalkan improvisasi.

Penggalangan Dana dan Kontribusi Sosial yang Kontroversial

Untuk mempertahankan keberlangsungan organisasi, JI juga menerapkan strategi penggalangan dana melalui yayasan amal yang terlibat dalam kegiatan kemanusiaan. Yayasan ini menyediakan bantuan korban bencana, membangun fasilitas pendidikan, dan memberikan layanan kesehatan. Namun, buku ini juga menyoroti kontroversi penggunaan dana tersebut. Ada laporan yang menunjukkan bahwa sebagian dana digunakan untuk operasional organisasi, sementara tokoh JI lain membantah hal tersebut dan menegaskan bahwa tujuan utamanya adalah untuk kemaslahatan umat. Hal ini mencerminkan dualitas JI: organisasi dengan jaringan militan yang kuat di satu sisi, dan organisasi yang berkontribusi pada bidang sosial di sisi lain.

Perubahan Strategi dan Perpecahan Internal

Buku ini juga mengupas perubahan strategi JI dari aksi kekerasan menuju pendekatan dakwah dan kaderisasi. Perubahan ini dipengaruhi oleh hadis yang menekankan kewajiban jihad bersama pemimpin, terlepas dari kesalehan pemimpin tersebut. JI mulai mempertimbangkan ulang strategi perjuangan bersenjata dan melihat dakwah, pendidikan, dan pemberdayaan umat sebagai bentuk jihad alternatif. Perubahan ini juga diiringi perpecahan internal. Beberapa anggota memilih bergabung dengan ISIS karena menganggap strategi JI terlalu lunak, sementara yang lain memilih kembali ke kehidupan masyarakat. Perpecahan ini membuktikan bahwa meskipun memiliki ideologi yang sama, praktik di lapangan tetap menghasilkan perbedaan.

Peran Densus 88 dan Perspektif Korban

Buku ini juga membahas peran Densus 88 dalam menangani JI. Densus 88, alih-alih hanya mengandalkan pendekatan represif, juga membuka ruang dialog, sebuah pendekatan yang berbeda dengan kebijakan "no dialogue with terrorists" yang diterapkan di banyak negara lain. Buku ini juga menampilkan kisah I.R., seorang anak dari Ambon yang tumbuh dengan trauma akibat konflik Ambon dan bagaimana interaksi di lingkungan multikultural mengubah perspektifnya. Kisah I.R. menjadi gambaran bagaimana pengalaman traumatis akibat konflik dapat membentuk pandangan seseorang dan bagaimana lingkungan yang inklusif dapat membantu mengubah perspektif yang radikal.

Kesimpulan: Refleksi dan Momentum Perubahan

Pembubaran JI pada 30 Juni 2024 menandai babak akhir organisasi ini. Pernyataan kembalinya mereka ke pangkuan NKRI dan komitmen untuk menghapus ajaran ekstremisme menjadi bukti bahwa ideologi dapat berubah. Buku ini mengajak pembaca untuk merefleksikan faktor sejarah, sosial, dan politik yang melatarbelakangi radikalisme dan menekankan bahwa kekuatan terbesar dalam melawan ekstremisme adalah keberanian untuk merangkul perubahan. Meskipun buku ini mungkin memiliki beberapa celah narasi, seperti kurangnya pengakuan langsung keterlibatan dalam aksi terorisme, buku ini tetap memberikan wawasan berharga dari dalam organisasi JI, sesuatu yang jarang ditemukan di media atau kajian akademik.