Ahok Ungkap Dinamika Penawaran Jabatan Dirut dan Komut Pertamina
Ahok Ungkap Dinamika Penawaran Jabatan Dirut dan Komut Pertamina
Basuki Tjahaja Purnama (Ahok), mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), memberikan klarifikasi mengenai perjalanannya dalam memegang jabatan strategis di perusahaan migas milik negara tersebut. Dalam berbagai kesempatan, termasuk wawancara di sejumlah podcast, Ahok secara terbuka mengungkapkan preferensi dan pertimbangannya terkait penawaran jabatan Direktur Utama (Dirut) dan Komisaris Utama (Komut) Pertamina.
Pada awal tahun 2023, Ahok menjelaskan dirinya menerima tawaran langsung dari Presiden Joko Widodo untuk menduduki posisi Dirut Pertamina. Ahok menyatakan kesediaannya saat itu, namun proses selanjutnya tidak berlanjut. Ia menjelaskan bahwa setelah pertemuan tersebut, tidak ada lagi komunikasi lebih lanjut terkait penunjukan jabatan tersebut. Ketidakjelasan ini berlanjut hingga menjelang pemilihan presiden, dimana Ahok kembali dihubungi dan akhirnya memilih menerima posisi Komut, mengingat kinerjanya dalam meningkatkan profitabilitas Pertamina selama masa jabatannya.
"Pada saat itu saya memang ditawarkan posisi Dirut, dan saya bersedia. Namun, setelahnya tidak ada tindak lanjut. Kemudian, menjelang pilpres saya dihubungi lagi, dan pada akhirnya saya memilih posisi Komut karena saya sudah berkontribusi signifikan dalam meningkatkan kinerja keuangan Pertamina," ungkap Ahok dalam wawancara dengan Kompas.com pada Senin (3/3/2025). Ahok menekankan kepuasannya atas pencapaian Pertamina di bawah kepemimpinannya, dengan peningkatan profitabilitas yang signifikan selama beberapa tahun terakhir.
Lebih lanjut, Ahok juga menanggapi potensi pemanggilan dari Kejaksaan Agung terkait kasus Pertamina. Ia menyatakan kesiapannya untuk memberikan keterangan dan data yang dibutuhkan oleh pihak berwenang. "Jika dipanggil, saya siap membantu dan memberikan semua data yang dibutuhkan jaksa," tegas Ahok.
Dalam wawancara terpisah di Narasi TV pada 4 Juli 2024, Ahok menguraikan detail lebih lanjut mengenai tawaran tersebut, termasuk pertimbangan finansial. Ahok membandingkan besaran gaji Dirut dan Komut Pertamina, dengan gaji Dirut yang diperkirakan mencapai Rp 500 juta per bulan, sementara gaji Komut sekitar Rp 180 juta per bulan. Perbedaan ini, menurut Ahok, signifikan, mencapai tiga kali lipat. Namun, ia memprioritaskan keseimbangan antara pendapatan dan waktu luang, sehingga memilih posisi Komut yang memungkinkannya untuk tetap aktif dalam meningkatkan kinerja perusahaan tanpa mengorbankan waktu pribadinya.
"Gaji Dirut memang lebih tinggi, mungkin sekitar tiga kali lipat dari gaji Komut. Tapi, saya mempertimbangkan aspek waktu. Sebagai Dirut, saya akan memiliki lebih sedikit waktu luang. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk menerima posisi Komut," jelas Ahok menjawab pertanyaan Najwa Shihab mengenai perbedaan gaji tersebut. Ia menambahkan bahwa bagi dirinya, kepuasan atas kontribusi dan dampak positif bagi perusahaan jauh lebih berharga daripada sekadar besaran gaji.
Kesimpulannya, kisah Ahok memberikan gambaran mengenai pertimbangan kompleks yang dihadapi dalam menangani tawaran jabatan di BUMN besar seperti Pertamina. Faktor finansial, waktu, dan kontribusi perusahaan menjadi pertimbangan utama dalam keputusan akhirnya.