Oknum Kanit PPA Polrestabes Makassar Dicopot Usai Diduga Lakukan Percobaan Perdamaian Ilegal dalam Kasus Pelecehan Seksual
Oknum Kanit PPA Polrestabes Makassar Dicopot Usai Diduga Lakukan Percobaan Perdamaian Ilegal dalam Kasus Pelecehan Seksual
Kasus dugaan pelanggaran etik yang melibatkan Iptu HN, mantan Kanit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polrestabes Makassar, tengah menjadi sorotan publik. Iptu HN dicopot dari jabatannya menyusul dugaan upaya perdamaian ilegal yang dilakukannya dalam penanganan kasus dugaan pelecehan seksual terhadap seorang remaja perempuan berusia 16 tahun, yang berinisial AN. Kapolrestabes Makassar, Kombes Pol Arya Perdana, secara tegas menyatakan bahwa pencopotan tersebut dilakukan berdasarkan Telegram Rahasia (TR) yang ditandatanganinya sehari setelah pemberitaan terkait kasus ini muncul di media.
Kombes Pol Arya Perdana menekankan komitmennya untuk menangani kasus ini secara transparan dan tuntas. Ia menegaskan bahwa proses pemeriksaan terhadap Iptu HN akan terus berlanjut hingga semua fakta terungkap. Meskipun belum ada bukti aliran uang yang terkait dengan dugaan percobaan perdamaian ini antara korban dan pelaku, pihak kepolisian tetap serius menyelidiki dugaan pelanggaran kode etik profesi yang dilakukan oleh Iptu HN. Proses penyelidikan saat ini masih ditangani oleh Propam Polrestabes Makassar.
Kasus ini bermula dari laporan AN dan keluarganya pada 6 Februari 2025 ke unit PPA Satreskrim Polrestabes Makassar. AN melaporkan kakek sambungnya atas tuduhan pelecehan seksual. Selain melapor ke kepolisian, AN juga mencari perlindungan hukum melalui UPTD PPA Makassar. Puncaknya, pada 11 Maret 2025, AN dipanggil ke Satreskrim Polrestabes Makassar. Namun, bukannya mendapatkan informasi perkembangan kasus, AN justru menghadapi tekanan untuk berdamai dengan pelaku dan diiming-imingi sejumlah uang sebagai bagian dari kesepakatan perdamaian tersebut. AN merasa dipaksa untuk menerima perdamaian yang ditawarkan, merasa proses tersebut tidak sesuai dengan hukum yang berlaku dan hak-haknya sebagai korban.
Peristiwa ini menimbulkan kekhawatiran publik akan potensi impunitas bagi pelaku kejahatan seksual dan melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum dalam kasus-kasus serupa. Tindakan Iptu HN tersebut dinilai sangat merugikan korban dan bertentangan dengan prinsip keadilan. Kasus ini menjadi pengingat pentingnya penegakan etika dan profesionalisme di kalangan aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus kekerasan seksual, khususnya terhadap anak-anak. Proses hukum yang sedang berjalan diharapkan memberikan keadilan bagi korban dan menjadi pembelajaran berharga bagi seluruh anggota Polri agar kasus serupa tidak terulang kembali.
Berikut poin-poin penting yang perlu digarisbawahi dalam kasus ini:
- Iptu HN dicopot dari jabatannya sebagai Kanit PPA Polrestabes Makassar.
- Dugaan pelanggaran kode etik terkait upaya perdamaian ilegal dalam kasus pelecehan seksual.
- Korban AN (16 tahun) merasa dipaksa untuk berdamai dengan pelaku.
- Penyelidikan Propam Polrestabes Makassar masih berlangsung.
- Kapolrestabes Makassar berkomitmen untuk menyelesaikan kasus ini secara transparan dan tuntas.
Kejadian ini menjadi alarm bagi kepolisian untuk meningkatkan pelatihan dan pengawasan internal guna mencegah terjadinya tindakan serupa di masa mendatang. Pentingnya memberikan pelatihan yang komprehensif mengenai penanganan kasus kekerasan seksual, khususnya perlindungan dan pemulihan bagi korban, menjadi prioritas utama. Melalui transparansi dan akuntabilitas, diharapkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian dapat kembali pulih.