Ahok Ungkap Tawaran Jabatan Dirut Pertamina dan Alasan Penolakannya
Ahok Ungkap Tawaran Jabatan Dirut Pertamina dan Alasan Penolakannya
Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok, mantan Komisaris Utama PT Pertamina (Persero), baru-baru ini memberikan klarifikasi terkait penunjukan jabatannya di perusahaan BUMN migas tersebut. Dalam beberapa kesempatan wawancara, Ahok mengungkapkan dinamika yang terjadi di balik penunjukannya sebagai Komisaris Utama, bukan Direktur Utama seperti yang sempat ia harapkan.
Konfirmasi yang disampaikan Ahok kepada Kompas.com pada Senin (3/3/2025) menjelaskan bahwa pada akhir tahun 2022 hingga Juni 2023, ia tidak bertemu Presiden Joko Widodo. Pertemuan yang akhirnya terlaksana kemudian berujung pada tawaran jabatan Direktur Utama Pertamina. "Pas diterima ketemu, ditawarin jadi Dirut. Saya mau kan saat itu," ungkap Ahok. Namun, Ahok menegaskan bahwa setelah tawaran tersebut, tidak ada tindak lanjut lebih lanjut dan ia tidak bertemu kembali dengan Presiden Jokowi hingga menjelang Pilpres.
Keputusan Ahok untuk menerima posisi Komisaris Utama, bukan Direktur Utama, disampaikan menjelang Pilpres. Alasannya, menurut Ahok, ia sudah merasa puas dengan kinerja yang telah ia sumbangkan untuk meningkatkan profitabilitas Pertamina. "Terakhir dipanggil jelang pilpres, saya udah tahu maksudnya, makanya saya bilang jadi Komut ajalah. Toh saya udah kerja bikin Pertamina lebih untung," jelasnya.
Lebih lanjut, Ahok juga menjelaskan kesiapannya jika dipanggil oleh Kejaksaan Agung terkait kasus Pertamina. "Kalau dipanggil, saya siap bantu dan siap kasih data yang diperlukan jaksa," tegasnya. Pernyataan ini menunjukkan komitmen Ahok untuk tetap kooperatif dan transparan dalam menghadapi proses hukum yang mungkin terjadi.
Dalam sebuah tayangan di Youtube Narasi TV pada 4 Juli 2024, Ahok mengungkapkan detail lebih lanjut mengenai tawaran tersebut dan pertimbangannya. Ia menceritakan bahwa Presiden Jokowi menawarkan posisi Direktur Utama kepadanya pada tahun 2023. Ahok mengungkapkan percakapannya dengan Presiden Jokowi: "Beliau (Jokowi) panggil saya, kali ini suruh saya jadi Dirut Pertamina. Saya bilang, 'Kenapa baru sekarang? Kan udah untung. Saya jadi Komut juga happy kok selama Dirut-nya mau nurut sama saya'. Kan dari rugi terus bisa untung empat tahun terakhir, spesialis sayalah kalau pretelin detail gitu."
Ahok menolak tawaran tersebut, dengan alasan bahwa posisi Komisaris Utama lebih sesuai dengan prioritas dan preferensinya. Ia bahkan secara terbuka membandingkan besaran gaji kedua posisi tersebut. Dalam percakapan dengan Najwa Shihab, Ahok menjelaskan bahwa gaji Direktur Utama Pertamina bisa mencapai Rp 500 juta per bulan, tiga kali lipat lebih besar daripada gaji Komisaris Utama yang hanya sekitar Rp 180 juta per bulan. Namun, ia lebih memilih posisi Komisaris Utama karena memberikan keseimbangan antara pendapatan dan waktu luang. "Kalau jadi Dirut duitnya banyak, mungkin 25 sama 100 persen (perbandingannya)... Kalau jadi Dirut, ada duit enggak ada waktu," imbuhnya.
Kesimpulannya, Ahok secara terbuka menjelaskan kronologi penawaran jabatan dan pertimbangan di balik keputusannya memilih posisi Komisaris Utama Pertamina, mengutamakan kontribusi terhadap perusahaan dan keseimbangan kehidupan pribadi daripada godaan gaji yang lebih tinggi sebagai Direktur Utama.