Kebijakan Pendamping Pendakian Gunung Semeru: Pemberdayaan Masyarakat, Bukan Penutupan Ladang Ganja

Kebijakan Pendampingan Pendakian Gunung Semeru: Fokus Pemberdayaan Masyarakat

Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) memberikan klarifikasi terkait kebijakan wajib pendamping dalam pendakian Gunung Semeru yang berlaku sejak 23 Desember 2024. Kebijakan ini menuai beragam reaksi, terutama setelah ditemukannya puluhan ladang ganja di lereng gunung tersebut. Beredar spekulasi di media sosial, seperti TikTok dan Instagram, yang mengaitkan kebijakan ini sebagai upaya untuk menyembunyikan keberadaan ladang ganja dari para pendaki. Namun, Kepala BBTNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha, dengan tegas membantah hal tersebut.

Rudijanta menjelaskan bahwa tujuan utama kebijakan wajib pendamping adalah memberdayakan masyarakat sekitar Gunung Semeru. Dengan melibatkan penduduk lokal sebagai pemandu, BBTNBTS bertujuan meningkatkan perekonomian masyarakat dan memberikan pengalaman pendakian yang lebih bermakna bagi para wisatawan. "Program ini dirancang untuk memberikan interpretasi dan pemahaman yang lebih komprehensif tentang ekosistem dan budaya lokal kepada para pendaki," ungkap Rudijanta dalam keterangan tertulis pada Selasa (18/3/2025). Ia menekankan bahwa program ini merupakan bagian dari strategi pengelolaan taman nasional yang berkelanjutan, yang juga berfokus pada aspek sosial dan ekonomi masyarakat sekitar.

Lokasi Ladang Ganja dan Kasus Hukum

Ladang ganja yang ditemukan terletak di Blok Pusung Duwur, Resort Pengelolaan Taman Nasional wilayah Senduro dan Gucialit, secara administratif berada di Dusun Pusung Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Lokasi ini berjarak 11 kilometer dari jalur wisata Gunung Bromo dan 13 kilometer dari jalur pendakian Gunung Semeru. Kepala BBTNBTS memastikan bahwa lokasi penemuan tanaman ganja tersebut berada di luar jalur wisata, sehingga tidak mengganggu aktivitas pendakian dan wisata. Penemuan ladang ganja ini pertama kali terungkap pada September 2024, dan telah mengakibatkan penangkapan enam warga setempat yang diduga sebagai penanam ganja.

Proses hukum terhadap enam tersangka, yaitu Ngatoyo, Bambang, Tomo, Tono, Suari, dan Jumaat, tengah berlangsung. Sayangnya, Ngatoyo meninggal dunia di Lapas Kelas IIB akibat penyakit diabetes yang dideritanya. Sementara itu, Suari dan Jumaat baru menjalani sidang pembacaan dakwaan pada Selasa (18/3/2025). BBTNBTS menegaskan komitmennya untuk terus mendukung proses penegakan hukum dan bekerja sama dengan pihak berwenang dalam memberantas aktivitas ilegal di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Dampak Kebijakan dan Langkah ke Depan

Meskipun kebijakan wajib pendamping menimbulkan kontroversi, BBTNBTS optimis bahwa kebijakan ini akan memberikan dampak positif jangka panjang, baik bagi para pendaki maupun masyarakat setempat. Dengan menyediakan layanan pemandu yang terlatih dan berpengalaman, diharapkan dapat meningkatkan keamanan dan kenyamanan pendakian, sekaligus memberikan edukasi yang lebih baik mengenai pelestarian alam dan budaya lokal. BBTNBTS juga berencana untuk terus memantau dan mengevaluasi kebijakan ini secara berkala, guna memastikan efektivitas dan keberlanjutannya. Selain itu, peningkatan patroli dan kerja sama dengan aparat penegak hukum akan terus dilakukan untuk mencegah dan memberantas aktivitas ilegal di kawasan Taman Nasional.

Kesimpulan: Kebijakan wajib pendamping pada pendakian Gunung Semeru merupakan bagian dari strategi pengelolaan taman nasional yang komprehensif dan berkelanjutan, berfokus pada pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kualitas wisata, bukan sebagai upaya untuk menyembunyikan informasi terkait penemuan ladang ganja.