Penembakan Bos Rental Mobil di Rest Area Tol: Penyesalan Mendalam dan Perintah Menembak yang Terungkap
Penembakan Bos Rental Mobil di Rest Area Tol: Penyesalan Mendalam dan Perintah Menembak yang Terungkap
Kelasi Kepala Bambang Apri Atmojo, salah satu dari tiga terdakwa anggota TNI Angkatan Laut (AL) dalam kasus penembakan Ilyas Abdurrahman (48), bos rental mobil, di Rest Area Tol Tangerang-Merak, mengungkapkan penyesalan mendalam atas perbuatannya. Di hadapan majelis hakim Pengadilan Militer Jakarta Timur, Senin (3/3/2025), Bambang, dengan air mata berlinang, mengaku merasa bersalah kepada almarhum Ilyas dan keluarga yang ditinggalkan. Ia menyatakan, "Sangat menyesal, sampai saat ini masih merasa bersalah. Kami masih bersalah kepada almarhum dan anak-anak korban." Pernyataan ini disampaikan di tengah kesedihan mendalam yang tengah ia alami, mengingat ia baru saja kehilangan kedua orang tuanya 20 hari sebelum peristiwa nahas tersebut terjadi.
Bambang secara tegas membantah niat untuk membunuh Ilyas. Ia menjelaskan, "Kami menyesal, kami tidak ada niat untuk membunuh, semua terjadi karena terdesak." Ia menambahkan bahwa upaya permohonan maaf kepada keluarga korban telah ditolak. Keterangan Bambang mengindikasikan bahwa peristiwa tersebut bermula dari upaya pencarian mobil, bukan niat jahat yang telah direncanakan sebelumnya. Namun, kronologi kejadian yang diungkap menunjukkan lima kali tembakan yang dilepaskan. Dua tembakan pertama dilepaskan dari dalam mobil, saat rekannya, Sersan Satu Akbar Adli, terlibat perkelahian dengan korban. Bambang menjelaskan, "Pada saat itu kan posisi masih nyekek, saling berputar dengan Akbar. Akbar bilang 'tembak', di situ kami mengarahkan ke paha, tapi korban ini kan bergerak tidak mengetahui sasaran." Dua tembakan berikutnya dilepaskan karena Bambang merasa ada yang hendak merebut senjatanya. Tembakan terakhir dilepaskan saat mereka berupaya melarikan diri dari lokasi kejadian.
Persidangan juga mengungkap peran penting Sersan Satu Akbar Adli. Akbar mengakui telah memerintahkan Bambang untuk menembak. Dalam kesaksiannya, ia menjelaskan, "Kami teriak 'Tut, tembak, Tut' kalau tidak salah sambil teriak." Saat ditanya Oditur Militer mengenai arti teriakan tersebut, Akbar menjawab tegas, "Siap, perintah." Pengakuan ini semakin menguatkan dugaan adanya unsur perintah dalam peristiwa penembakan tersebut. Lebih lanjut, terungkap fakta bahwa Bambang tidak memiliki izin untuk menggunakan senjata api yang digunakan dalam peristiwa ini. Akbar mengaku menyerahkan senjata tersebut kepada Bambang secara spontan, sebuah tindakan yang melanggar prosedur dan aturan militer. Hal ini menimbulkan pertanyaan mengenai pengawasan dan disiplin dalam penggunaan senjata api di lingkungan TNI AL.
Persidangan ini menyoroti berbagai aspek penting, mulai dari penyesalan mendalam seorang prajurit, kronologi penembakan yang kompleks, hingga peran pimpinan dalam peristiwa tersebut. Kejadian ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai pengawasan dan pelatihan penggunaan senjata api di lingkungan militer, serta konsekuensi hukum dari perintah menembak yang diberikan dalam situasi yang tidak terkontrol. Nasib ketiga terdakwa kini menunggu putusan pengadilan, yang diharapkan dapat memberikan keadilan bagi korban dan keluarganya, sekaligus memberikan pembelajaran berharga dalam penegakan hukum dan disiplin di lingkungan militer.