Perseteruan Influencer dan Huawei: Kritik Mobil Mewah Berujung Gugatan Saling Balas

Perseteruan Influencer dan Huawei: Kritik Mobil Mewah Berujung Gugatan Saling Balas

Sebuah kontroversi tengah mengguncang dunia otomotif dan media sosial di China. Racing Frappuccino, seorang influencer otomotif ternama, berseteru dengan raksasa teknologi Huawei setelah mengkritik strategi pemasaran sedan mewah mereka, Maextro S800. Kritik yang disampaikan Racing Frappuccino bukan tanpa dasar, melainkan didasari analisis mendalam atas video promosi Huawei yang membandingkan Maextro S800 dengan Mercedes Maybach S 680. Dalam video promosi tersebut, Huawei menampilkan serangkaian uji coba yang menampilkan keunggulan Maextro S800, terutama dalam hal suspensi dan kenyamanan berkendara. Namun, menurut Racing Frappuccino, uji coba tersebut terkesan direkayasa dan tidak sepenuhnya merepresentasikan performa sebenarnya.

Dalam video tanggapannya yang diunggah di platform Weibo, Racing Frappuccino secara detail menjelaskan dugaan manipulasi data dalam video promosi Huawei. Ia menuding Huawei telah melakukan perhitungan cermat, termasuk menghitung kecepatan mobil, berat trotoar, dan kedalaman genangan air (4,5 cm) untuk memastikan Maextro S800 melewati tes tanpa percikan air atau material lainnya, berbeda dengan Maybach S 680. Ia menekankan bahwa metode pengujian tersebut tidak dapat secara akurat mencerminkan kenyamanan berkendara dan performa suspensi sebenarnya dari Maextro S800. Ia pun menyarankan Huawei untuk mengadopsi strategi pemasaran yang lebih efektif dan relevan dengan target pasar kelas menengah atas China yang cenderung mendukung merek lokal. Video kritik tersebut kemudian viral dan menuai beragam reaksi di dunia maya. Menariknya, Racing Frappuccino kemudian mengunggah video permintaan maaf yang meniru gaya promosi resmi Huawei, sebagai respon atas tekanan yang diterimanya.

Namun, respon Huawei terhadap kritik tersebut justru memicu eskalasi konflik. Sebagai buntut dari kritik tersebut, Huawei melayangkan gugatan terhadap Racing Frappuccino dengan tuntutan ganti rugi sebesar USD 140.000 (sekitar Rp 2,29 miliar). Langkah hukum Huawei ini jelas menuai kontroversi dan mendapat kecaman dari sebagian netizen. Menariknya, Racing Frappuccino tidak tinggal diam. Ia pun secara mengejutkan melayangkan gugatan balik terhadap Huawei dengan nilai tuntutan yang jauh lebih besar, yaitu USD 340.000 (sekitar Rp 5,58 miliar). Perseteruan ini pun menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai etika pemasaran dan transparansi dalam industri otomotif China.

Kasus ini membawa beberapa implikasi penting. Pertama, hal ini menyoroti pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam kampanye pemasaran, terutama dalam industri otomotif yang memperhatikan aspek keselamatan dan kualitas produk. Kedua, kasus ini juga menjadi contoh nyata bagaimana pengaruh media sosial dan influencer dapat berdampak signifikan terhadap citra sebuah merek. Ketiga, perseteruan ini mengungkap dinamika yang kompleks antara merek besar seperti Huawei dan individu yang memiliki suara kuat di media sosial. Bagaimana kasus hukum ini akan berlanjut dan dampaknya terhadap industri otomotif dan lanskap media sosial di China, patut dinantikan.

Berikut beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dari kasus ini:

  • Strategi pemasaran yang kontroversial dari Huawei dan tanggapannya terhadap kritik.
  • Pengaruh media sosial dan peran influencer dalam membentuk opini publik.
  • Eskalasi konflik yang berujung pada gugatan saling balas.
  • Implikasi hukum dan etika dalam pemasaran produk otomotif.
  • Dampak potensial kasus ini terhadap industri otomotif dan media sosial di China.