Skandal Suap Vonis Bebas Ronald Tannur: Pengakuan Hakim dan Teguran Keras untuk Arteria Dahlan
Skandal Suap Vonis Bebas Ronald Tannur: Pengakuan Hakim dan Teguran Keras untuk Arteria Dahlan
Persidangan kasus dugaan suap yang menjerat pengacara Lisa Rachmat di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat pada Senin (3/3/2025) mengungkap fakta mengejutkan terkait vonis bebas terdakwa Gregorius Ronald Tannur. Dua hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik dan Mangapul, yang sebelumnya telah berjanji untuk mengungkap kebenaran, memberikan kesaksian yang menghebohkan. Kesaksian mereka menguak detail proses lobi yang dilakukan Lisa Rachmat kepada para hakim, termasuk Ketua PN Surabaya, hingga pembagian uang suap yang signifikan.
Dalam persidangan yang menegangkan, Mangapul menjelaskan kronologi pertemuannya dengan Lisa Rachmat. Pertemuan pertama terjadi di apartemennya pada Desember 2023, diperkenalkan oleh Jeffry, saudara mantan hakim PN Surabaya, Martin Ginting. Lisa, yang mengaku sebagai pengacara dengan banyak koneksi di Mahkamah Agung, Kejaksaan, dan Mabes Polri, memberikan amplop berisi uang sekitar Rp 7 juta dalam pecahan dollar Singapura. Mangapul menolaknya, namun uang tersebut kemudian dibawa oleh Jeffry. Pertemuan berikutnya terjadi pada Januari dan Maret 2024, dengan Lisa menawarkan jahe merah, sementara percobaan pertemuan keempat ditolak Mangapul. Perilaku ini menunjukkan pola sistematis dalam upaya mempengaruhi putusan pengadilan.
Sementara itu, Erintuah Damanik memberikan kesaksian yang mengungkapkan bagaimana Lisa Rachmat secara langsung melobi dirinya. Setelah bertemu Mangapul dan Heru Hanindyo, Lisa mendatangi ruang kerja Erintuah dan meminta bantuan agar kliennya, Ronald Tannur, dibebaskan. Ia bahkan mengklaim bahwa jaksa penuntut umum dan penyidik telah 'diamanakan'. Setelah menunjukkan amplop berisi uang, Lisa kembali membujuk Erintuah dengan pernyataan bahwa perkara tersebut telah dikondisikan. Meskipun awalnya menolak, Erintuah akhirnya menerima suap setelah adanya kesepakatan dengan hakim lain untuk membebaskan Ronald Tannur.
Puncaknya adalah penyerahan uang suap sebesar 140.000 dollar Singapura kepada Erintuah dan Mangapul di Bandara Ahmad Yani, Semarang, dua hari sebelum putusan. Mangapul juga mengungkap bagaimana Ketua PN Surabaya, Rudi Suparmono, menuntut bagian dari uang suap, dengan berkali-kali meminta agar dirinya tidak dilupakan. Hal ini menyebabkan Mangapul menyisihkan 20.000 dollar Singapura untuk Rudi dan 10.000 dollar Singapura untuk panitera pengganti, Siswanto. Sisa uang dibagi antara Erintuah (38.000 dollar Singapura), Mangapul, dan Heru (masing-masing 36.000 dollar Singapura). Sistem pembagian uang yang terstruktur ini menunjukkan adanya jaringan korupsi yang terorganisir di dalam pengadilan.
Di luar pengakuan mengejutkan dari para hakim, persidangan juga menorehkan catatan lain. Pengacara Lisa Rachmat, Arteria Dahlan, mendapat teguran dari hakim karena memanggil Mangapul dengan sebutan “Yang Mulia”, padahal Mangapul adalah terdakwa dan saksi dalam kasus ini. Teguran ini disampaikan oleh hakim Purwanto S Abdullah dan ditujukan juga untuk pemeriksaan Erintuah Damanik selanjutnya. Teguran tersebut menjadi sorotan penting yang menunjukkan ketidakprofesionalan dalam beracara dan kurangnya pemahaman etika hukum.
Kesaksian para hakim dalam persidangan ini membuka tabir gelap praktik suap dalam sistem peradilan Indonesia. Skandal ini tidak hanya merugikan keadilan, tetapi juga merusak kepercayaan publik terhadap integritas lembaga peradilan. Proses hukum selanjutnya akan menjadi penentu apakah para pelaku kejahatan ini akan dihukum sesuai dengan perbuatannya dan apakah reformasi dalam sistem peradilan akan benar-benar terwujud.