Revisi UU TNI: Inisiatif DPR, Bukan Permintaan Prabowo, Tegaskan Menkumham
Revisi UU TNI: Klarifikasi Menkumham Bantah Keterlibatan Prabowo
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Supratman Andi Agtas, memberikan klarifikasi terkait revisi Undang-Undang (UU) Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang tengah menjadi sorotan publik. Ia tegas membantah anggapan bahwa revisi tersebut merupakan inisiatif atau permintaan dari Presiden RI Prabowo Subianto. Dalam pernyataan resmi yang disampaikan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (18/3/2025), Menkumham menekankan bahwa revisi UU TNI berawal dari usulan inisiatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode sebelumnya, bukan berasal dari pemerintah.
"Ini bukan soal Pak Prabowo atau Presiden yang meminta, ini usul inisiatif DPR dari periode yang lalu, bukan inisiatif pemerintah," tegas Supratman. Pernyataan ini bertujuan untuk meluruskan berbagai spekulasi yang beredar di masyarakat terkait keterlibatan Presiden Prabowo dalam proses revisi UU TNI yang tergolong berjalan cepat ini. Menkumham juga menanggapi kekhawatiran publik mengenai potensi kembalinya dwifungsi ABRI seperti pada masa Orde Baru. Ia memastikan bahwa hal tersebut tidak akan terjadi dalam revisi UU TNI ini.
Penjelasan Lebih Lanjut Mengenai Revisi UU TNI
Menkumham menjelaskan lebih lanjut poin-poin penting dalam revisi UU TNI yang telah disetujui oleh delapan fraksi di DPR dan akan segera disahkan dalam rapat paripurna. Revisi tersebut mencakup empat pasal utama, yaitu:
- Pasal 3 (Kedudukan TNI): Penambahan frasa “yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis” pada ayat (2). Hal ini memastikan bahwa kebijakan dan strategi pertahanan, serta dukungan administrasi yang berkaitan dengan perencanaan strategis TNI, berada di bawah koordinasi Kementerian Pertahanan.
- Pasal 7 Ayat (2) (Tugas Operasi Militer di Luar Perang): Revisi ini memperluas kewenangan TNI untuk membantu menanggulangi ancaman siber, serta membantu dan menyelamatkan Warga Negara Indonesia (WNI) dan kepentingan nasional di luar negeri.
- Pasal 47 (Jabatan Sipil yang Dapat Ditempati Prajurit Aktif): Jumlah kementerian/lembaga yang dapat diduduki prajurit aktif bertambah lima, menjadi total 15 instansi. Lima tambahan tersebut meliputi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Badan Keamanan Laut (Bakamla), Kejaksaan Agung, dan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Prajurit aktif yang menduduki jabatan sipil di luar yang telah ditentukan harus pensiun.
- Pasal 53 (Usia Pensiun Prajurit Aktif): Revisi ini mengatur kenaikan usia pensiun bagi prajurit aktif berdasarkan pangkat dan umur. Bintara dan Tamtama pensiun pada usia 55 tahun, perwira hingga Kolonel pensiun paling tinggi pada usia 58 tahun. Pati bintang satu pensiun pada usia 60 tahun, bintang dua 61 tahun, bintang tiga 62 tahun, dan bintang empat 63 tahun dengan kemungkinan perpanjangan masa dinas selama dua kali oleh Presiden sesuai kebutuhan.
Dengan adanya revisi ini, diharapkan dapat meningkatkan peran dan fungsi TNI dalam menjaga keutuhan NKRI serta menyesuaikan dengan perkembangan zaman dan tantangan keamanan yang semakin kompleks. Menkumham kembali menegaskan komitmen pemerintah untuk memastikan bahwa revisi UU TNI ini tidak akan membuka peluang bagi kembalinya dwifungsi ABRI, serta tetap mengedepankan prinsip profesionalisme TNI dalam menjalankan tugas dan fungsinya.