Trading Halt BEI: Analisis Dampak Sentimen Global dan Kondisi Fiskal terhadap IHSG

Trading Halt BEI: Analisis Dampak Sentimen Global dan Kondisi Fiskal terhadap IHSG

Pada Selasa, 18 Maret 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan penghentian sementara perdagangan saham (trading halt) pada sesi pertama, pukul 11.19 WIB. Keputusan ini diambil setelah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan hingga 5 persen. Perdagangan kembali dibuka pukul 13.40 WIB, dengan IHSG pulih sebagian menuju level 6.153 setelah sebelumnya berada di 6.046. Trading halt ini sesuai dengan aturan OJK yang mengatur penghentian sementara perdagangan jika IHSG turun lebih dari lima persen dalam satu hari.

Berbagai faktor berkontribusi pada penurunan IHSG. Direktur Utama BEI, Iman Rachman, menunjuk pada sentimen global yang memengaruhi kepercayaan investor. Ia menyebutkan isu global dan sikap wait and see pelaku pasar sebagai penyebab utama penurunan, dengan investor asing sebagai aktor utama dalam aksi jual. Meskipun kinerja fundamental emiten dinilai baik berdasarkan laporan keuangan tahun buku 2024, persepsi dan sentimen investor tetap menjadi faktor dominan dalam pergerakan IHSG.

Analisis lebih rinci disampaikan oleh beberapa pihak. Wawan Hendrayana, Head of Research Invovesta Utama, menyoroti tekanan jual besar-besaran oleh investor asing pada saham perbankan, saham grup Prajogo Pangestu, dan saham Pantai Indah Kapuk Dua (PANI). Ia juga menghubungkan penurunan dengan postur APBN Februari yang menunjukkan pelemahan fundamental ekonomi, ditandai dengan defisit penerimaan dan pengeluaran negara. Faktor lain yang turut memengaruhi adalah masa libur panjang Lebaran dan antisipasi pengumuman suku bunga, yang mendorong investor mengamankan posisi.

Maximilianus Nicodemus, Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas, menekankan dampak negatif kinerja APBN sejak awal tahun. Penurunan penerimaan pajak hingga 30 persen per akhir Februari menyebabkan defisit APBN melebar, memaksa pemerintah meningkatkan utang hingga 44,77 persen pada Januari. Kenaikan utang ini meningkatkan kekhawatiran akan risiko fiskal dan mendorong investor mencari instrumen investasi yang lebih aman.

Harry Su, Managing Director Research and Digital Production PT Samuel Sekuritas Indonesia, menambahkan faktor eksternal dan domestik sebagai penyebab tekanan pada pasar saham. Kebijakan tarif pemerintahan Trump, perang dagang AS-China, dan penurunan peringkat investasi Indonesia oleh lembaga internasional turut memperburuk sentimen pasar. PHK massal dan ancaman deflasi juga melemahkan daya beli dan pertumbuhan ekonomi. Ketidakpastian politik dan korupsi semakin meningkatkan kekhawatiran investor asing.

Berbeda dengan pandangan sebagian besar analis, Budi Frensidy, Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI), menyarankan investor ritel dan domestik untuk tidak panik dan bahkan mempertimbangkan untuk menambah kepemilikan saham dengan strategi jangka panjang (minimal 2-3 tahun). Ia menekankan bahwa penurunan indeks didorong oleh sentimen investor, terutama kekhawatiran akan kondisi fiskal Indonesia. IHSG pada akhirnya ditutup di zona merah dengan penurunan 248,55 poin (3,84 persen) ke level 6.223,38. Transaksi mencapai Rp 19,23 triliun dengan volume 29,34 miliar saham.

Kesimpulan: Penurunan IHSG dan trading halt yang terjadi merupakan hasil interaksi kompleks antara sentimen global, seperti kebijakan tarif dan perang dagang, serta kondisi fiskal domestik, ditandai oleh defisit APBN dan peningkatan utang. Meskipun kinerja fundamental emiten relatif baik, sentimen negatif investor, baik domestik maupun asing, berdampak signifikan terhadap pergerakan IHSG. Ke depan, diperlukan strategi yang lebih matang untuk menghadapi tantangan dan menjaga stabilitas pasar.