Penyelidikan Kemendag Terhadap Praktik Kecurangan Volume Minyak Goreng MinyaKita
Penyelidikan Kemendag Terhadap Praktik Kecurangan Volume Minyak Goreng MinyaKita
Kementerian Perdagangan (Kemendag) tengah melakukan penyelidikan intensif terkait temuan penyimpangan volume pada kemasan minyak goreng MinyaKita. Sejumlah produsen atau repacker diduga mengurangi takaran isi kemasan 1 liter, memicu keresahan konsumen dan investigasi mendalam oleh pihak berwenang. Pada Selasa, 18 Maret 2025, Kemendag memanggil sejumlah perwakilan repacker MinyaKita untuk dimintai keterangan di kantor pusat Jakarta Pusat. Hasilnya mengungkap praktik yang mencederai program pemerintah untuk penyediaan minyak goreng murah bagi masyarakat.
Salah satu repacker, yang diidentifikasi sebagai Darmaiyanto, mengakui bahwa perusahaannya tidak memperoleh pasokan minyak goreng dari skema Domestic Market Obligation (DMO). Akibat keterbatasan pasokan bahan baku yang seharusnya berasal dari DMO, mereka terpaksa menggunakan minyak komersial. Untuk menjaga kelangsungan produksi dan memenuhi kewajiban gaji karyawan, perusahaan tersebut melakukan penyesuaian takaran isi kemasan MinyaKita. Darmaiyanto menjelaskan bahwa tekanan produksi dan tingginya permintaan di tengah terbatasnya pasokan minyak DMO memaksa perusahaan mengambil langkah tersebut. Hal ini menyebabkan volume MinyaKita yang beredar di pasaran lebih sedikit dari yang tertera pada kemasannya. Penjelasan ini menjadi fokus utama investigasi Kemendag untuk mengungkap jaringan distribusi dan memastikan kepatuhan terhadap peraturan pemerintah.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri Kemendag, Iqbal Shoffan, mengonfirmasi bahwa para repacker yang terbukti mengurangi takaran MinyaKita memang tidak mendapatkan alokasi minyak dari program DMO. Ia menjelaskan mekanisme distribusi minyak DMO yang berbasis business to business (B to B) dan bersifat komersial, memberikan keleluasaan kepada produsen untuk memilih mitra repacker. Ketidakjelasan mekanisme inilah yang diduga menjadi celah terjadinya penyimpangan. Kemendag saat ini tengah menelusuri lebih lanjut jalur distribusi minyak komersial yang digunakan oleh para repacker nakal untuk memastikan tidak ada manipulasi harga atau pengurangan kualitas.
Mengenal Lebih Dalam Skema DMO
DMO, atau Domestic Market Obligation, merupakan kebijakan pemerintah yang mewajibkan eksportir minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya untuk mengalokasikan sebagian produksinya guna memenuhi kebutuhan minyak goreng dalam negeri. Kebijakan ini bertujuan untuk menjamin ketersediaan dan stabilitas harga minyak goreng bagi masyarakat. Minyak goreng MinyaKita, dalam konteks ini, seharusnya mendapatkan pasokan bahan baku dari skema DMO. Saat ini, kewajiban DMO ditetapkan sebesar 20 persen dari total volume ekspor, sementara 80 persen sisanya dapat diekspor. Rasio ini, menurut Menteri Perdagangan Budi Santoso, bersifat dinamis dan dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan pasar domestik. Jika kebutuhan minyak goreng dalam negeri meningkat, maka persentase DMO akan dinaikkan, dan sebaliknya.
Kemendag juga menyelidiki temuan adanya perusahaan seperti PT Artha Eka Global Asia (AEGA) di Karawang, Jawa Barat, yang diduga menggunakan minyak komersial bukan dari eksportir CPO yang terdaftar dalam program DMO. Menteri Budi Santoso menekankan bahwa penggunaan minyak non-DMO ini merupakan pelanggaran serius yang sedang diselidiki. Kemendag telah menetapkan harga acuan CPO dan RBD Palm Olein untuk program DMO sejak Januari 2022, yakni Rp9.300/kg untuk CPO dan Rp10.300/kg untuk RBD Palm Olein. Langkah-langkah tegas akan terus diambil untuk memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam distribusi minyak goreng bersubsidi ini, guna melindungi konsumen dan menjaga stabilitas pasar.
Daftar Temuan Kemendag:
- Pengurangan takaran pada kemasan MinyaKita.
- Para repacker tidak memperoleh pasokan minyak DMO.
- Penggunaan minyak komersial sebagai pengganti minyak DMO.
- Dugaan manipulasi harga dan kualitas minyak goreng.
- PT AEGA diduga menggunakan minyak non-DMO.
Kemendag berkomitmen untuk menindak tegas para pelaku pelanggaran dan memastikan ketersediaan minyak goreng bagi masyarakat dengan harga terjangkau dan kualitas terjamin.