Disrupsi Pasar Kerja: Tantangan dan Harapan di Tengah Pameran Kerja Jakarta

Disrupsi Pasar Kerja: Tantangan dan Harapan di Tengah Pameran Kerja Jakarta

Jakarta, 18 Maret 2025 – Pameran kerja Jakarta Job Fair yang digelar di Mal Season City, Tambora, Jakarta Barat, Selasa lalu, menjadi magnet bagi ratusan pencari kerja yang berharap menemukan peluang baru di tengah persaingan pasar kerja yang semakin dinamis. Para pencari kerja, yang tampak rapi dengan berkas lamaran di tangan, mencerminkan tingkat optimisme dan sekaligus kecemasan dalam menghadapi realitas lapangan kerja saat ini. Acara yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Jakarta Barat ini menjadi sebuah wadah penting bagi para pencari kerja untuk berinteraksi langsung dengan perusahaan-perusahaan yang membuka lowongan. Namun, di balik antusiasme tersebut, tersimpan pula sejumlah tantangan yang dihadapi para pencari kerja, terutama terkait usia dan keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi.

Salah satu peserta, Arfi (33), setelah tujuh tahun berkarier di bidang perbankan, memutuskan untuk beralih profesi. Keputusan untuk keluar dari zona nyaman dan mencari pengalaman baru ini diambil setelah enam bulan menganggur pasca-resign dari pekerjaannya sebelumnya. Arfi mengungkapkan kesulitan yang dihadapinya dalam mencari pekerjaan baru, terutama karena faktor usia. “Lumayan sulit. Bisa jadi (karena) umur. Kan kalau mau nyoba sesuatu baru kan umurnya pasti dicari yang lebih muda,” ujarnya. Pengalaman Arfi merefleksikan perubahan dinamika pasar kerja yang semakin kompetitif, dimana usia menjadi faktor penghambat bagi sebagian pencari kerja.

Sementara itu, Ian (38), seorang pekerja lepas yang selama belasan tahun berprofesi sebagai driver online, mengungkapkan kekecewaan yang mendalam akibat kendala usia. Ia seringkali ditolak oleh perusahaan meskipun telah melalui proses seleksi dan wawancara. “Kalau untuk ngelamar kerja, sebenarnya info lowongan itu banyak. Cuma di saat pas kita udah ngumpulin berkasnya, kita ngelamar, udah interview, pas dilihat umurnya 35 ke atas udah pasti ditolak, pasti ditolak,” tuturnya. Kisah Ian menyoroti pentingnya evaluasi sistem rekrutmen yang lebih inklusif dan tidak hanya berfokus pada usia sebagai tolak ukur kemampuan. Kehadirannya di Jakarta Job Fair didasari harapan mendapatkan pekerjaan tetap yang dapat mencukupi kebutuhan keluarganya.

Namun, tidak semua pencari kerja hanya fokus pada stabilitas pekerjaan. Eka (25), seorang pekerja yang berencana resign dari pekerjaannya saat ini, menekankan pentingnya keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi (work-life balance). Ia mencari pekerjaan yang tidak hanya menawarkan pengalaman baru dan peningkatan keterampilan, tetapi juga memberikan ruang bagi kehidupan pribadinya. Hal ini menunjukkan pergeseran paradigma di kalangan pekerja muda yang memprioritaskan kesejahteraan holistik, bukan hanya sekedar penghasilan. Hal senada juga diungkapkan Rendi (20), yang turut hadir di pameran kerja dengan motivasi untuk membantu perekonomian keluarganya. Ia memanfaatkan beragam platform pencarian kerja online dan pameran kerja untuk memperluas peluang.

Jakarta Job Fair menunjukkan sebuah potret kompleks pasar kerja di Indonesia. Di satu sisi, pameran ini memberikan harapan baru bagi para pencari kerja untuk menemukan peluang pekerjaan yang sesuai dengan keahlian dan aspirasi mereka. Di sisi lain, tantangan seperti diskriminasi usia dan pencarian keseimbangan antara kehidupan kerja dan pribadi masih menjadi hambatan yang perlu diatasi. Ke depan, diperlukan upaya bersama dari pemerintah, perusahaan, dan individu untuk menciptakan pasar kerja yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan.