Mahasiswa Gugat Syarat Calon Legislatif, Dorong Implementasi 'Akamsi' di Indonesia

Mahasiswa Gugat Syarat Calon Legislatif, Dorong Implementasi 'Akamsi' di Indonesia

Sebuah gugatan konstitusional telah diajukan oleh delapan mahasiswa dari Aliansi Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Stikubank Semarang ke Mahkamah Konstitusi (MK). Gugatan tersebut mempertanyakan Pasal 240 ayat (1) huruf C Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, khususnya mengenai syarat domisili calon anggota legislatif. Para pemohon, yang merasa dirugikan oleh ketentuan tersebut, mendorong penerapan prinsip 'akamsi' (anak kampung sini) dalam pemilihan umum di Indonesia, yaitu mewajibkan calon legislatif untuk memiliki ikatan kuat dengan daerah pemilihannya.

Para mahasiswa berargumen bahwa pasal yang berlaku saat ini, yang hanya mensyaratkan calon bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, terlalu longgar. Mereka menilai ketentuan tersebut berpotensi melahirkan wakil rakyat yang kurang memahami isu-isu lokal dan kepentingan masyarakat di daerah pemilihannya. Oleh karena itu, mereka mengusulkan perubahan frasa tersebut menjadi syarat bertempat tinggal di daerah pemilihan selama minimal lima tahun sebelum penetapan calon, dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Gugatan ini terdaftar dengan nomor perkara 7/PUU-XXIII/2025.

Ahli hukum Pemilu dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia (FH UI), Titi Anggraini, memberikan apresiasi terhadap gugatan tersebut. Ia menekankan pentingnya keterkaitan antara calon legislatif dan daerah pemilihan yang diwakilinya. Sebagai perbandingan, Titi Anggraini mencontohkan sistem pemilihan umum di Thailand dan Amerika Serikat. Di Thailand, menurut Section 101 Konstitusi mereka, calon anggota DPR harus lahir di provinsi (Changwat) atau dapil tempat mereka mencalonkan diri, atau setidaknya pernah menempuh pendidikan, bertugas di dinas resmi, atau terdaftar sebagai anggota DPR di provinsi tersebut selama minimal lima tahun berturut-turut.

Sementara itu, di Amerika Serikat, Pasal 1 bagian 2 Konstitusi mensyaratkan calon anggota DPR AS harus berdomisili di negara bagian yang memilihnya. Meskipun penerapannya berbeda, kedua negara tersebut memiliki prinsip serupa dengan gagasan 'akamsi' yang diajukan oleh para mahasiswa. Hal senada diungkapkan oleh Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Fadli Ramadhani, yang menilai gugatan ini sebagai gagasan menarik dan sejalan dengan upaya untuk memastikan calon legislatif bukan merupakan figur yang tiba-tiba muncul menjelang pemilu, melainkan kader partai yang telah teruji.

Lebih lanjut, Fadli Ramadhani menambahkan bahwa penerapan syarat domisili yang ketat akan mendorong partai politik untuk melakukan kaderisasi dan rekrutmen politik yang lebih baik. Dengan begitu, diharapkan dapat tercipta representasi yang lebih kuat dan relevan antara wakil rakyat dan konstituennya. Gugatan ini menjadi sorotan penting dalam konteks pemilu di Indonesia, memicu diskusi dan evaluasi lebih lanjut mengenai syarat pencalonan anggota legislatif guna memastikan terwujudnya representasi yang lebih efektif dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

Berikut daftar nama para pemohon:

  • Ahmad Syarif Hidayaatuullah
  • Arief Nugraha Prasetyo
  • Samuel Raj
  • Alvin Fauzi Khaq
  • Aura Pangeran Java
  • Akhilla Mahendra Putra
  • Arya Ashfihani HA
  • Isnan Surya Anggara

Pasal 240 ayat (1) huruf C yang digugat berbunyi:

(1) Bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan:

c. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia

Para pemohon meminta pasal tersebut diubah menjadi:

Bakal calon anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia asli dan harus memenuhi persyaratan: c. Bertempat tinggal di daerah pemilihan tempat mencalonkan diri sekurang-kurangnya 5 tahun sebelum penetapan calon dan dibuktikan dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP)