Potensi Akuisisi GoTo oleh Grab: Tantangan Regulasi dan Analisis Pasar

Potensi Akuisisi GoTo oleh Grab: Tantangan Regulasi dan Analisis Pasar

Beredar kabar mengenai upaya Grab Holdings untuk mengakuisisi GoTo Group, raksasa teknologi Indonesia yang lahir dari merger Gojek dan Tokopedia. Informasi ini muncul dari berbagai sumber, termasuk laporan Straits Times yang menyebutkan Grab tengah melakukan uji tuntas menyeluruh terhadap aset GoTo, mencakup evaluasi akun, kontrak, dan seluruh operasional perusahaan. Meskipun pembicaraan masih berlangsung dan belum tentu menghasilkan kesepakatan, potensi transaksi ini telah memicu perdebatan sengit di kalangan analis dan pengamat industri.

Langkah Grab ini bukanlah upaya pertama. Perusahaan yang didukung Uber Technologies ini sebelumnya pernah menjajaki kemungkinan merger dengan GoTo, namun rencana tersebut kandas karena kekhawatiran akan monopoli di pasar Asia Tenggara. Kehadiran Uber di kawasan ini telah berakhir pada 2018, dengan sahamnya diakuisisi oleh Grab. Sejak saat itu, persaingan di pasar layanan on-demand relatif stabil, dengan Grab dan GoTo mendominasi. Namun, potensi akuisisi ini berpotensi mengubah lanskap persaingan secara drastis.

Nilai transaksi yang dipertimbangkan Grab diperkirakan mencapai lebih dari US$7 miliar, atau setara dengan Rp 114,97 triliun (kurs Rp 16.430 per dolar AS). Sebelumnya, Bloomberg News melaporkan potensi pembelian saham GoTo dengan harga lebih dari Rp 100 per saham. Kedua perusahaan tampaknya menargetkan tahun 2025 sebagai waktu yang tepat untuk mencapai kesepakatan, jika memang akan tercapai.

Namun, tantangan terbesar bagi kesepakatan ini terletak pada regulasi. Analis Bloomberg Intelligence, Nathan Naidu, memprediksi peluang persetujuan regulator sangat kecil. Alasannya, gabungan Grab dan GoTo akan menguasai 60-70 persen pangsa pasar layanan on-demand di Asia Tenggara. Dominasi pasar yang demikian besar berpotensi memicu kekhawatiran antimonopoli dan investigasi mendalam oleh otoritas terkait. Naidu juga memperingatkan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) sebagai konsekuensi integrasi kedua perusahaan.

Laporan dari Deal Street Asia menambahkan dimensi lain pada rencana akuisisi ini. Diskusi antara Grab dan GoTo kemungkinan tidak mencakup divisi fintech GoTo, yaitu GoTo Financial. Hal ini menunjukkan bahwa Grab mungkin lebih fokus pada pengambilalihan sektor transportasi dan e-commerce GoTo, sementara GoTo Financial akan tetap beroperasi secara independen. Strategi ini dapat dilihat sebagai upaya untuk meminimalkan kekhawatiran regulasi terkait monopoli di sektor jasa keuangan.

Baik Grab maupun GoTo belum memberikan pernyataan resmi terkait kabar ini. Kejelasan mengenai kelanjutan negosiasi dan potensi akuisisi ini masih perlu dinantikan. Namun, perkembangan ini akan sangat mempengaruhi dinamika persaingan di industri teknologi Asia Tenggara dan menjadi fokus perhatian bagi investor, regulator, dan publik secara luas.