TNBTS Tegaskan Larangan Drone di Semeru dan Bromo Tak Terkait Penemuan Ladang Ganja
TNBTS Tegaskan Larangan Drone di Semeru dan Bromo Tak Terkait Penemuan Ladang Ganja
Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) dengan tegas membantah kabar yang beredar di media sosial mengenai keterkaitan antara larangan penggunaan drone di kawasan wisata TNBTS dengan penemuan ladang ganja di Blok Pusung Duwur. Kepala Balai Besar TNBTS, Rudijanta Tjahja Nugraha, dalam keterangan resminya pada Rabu (19 Maret 2025) menjelaskan bahwa kebijakan pelarangan drone telah diterapkan sejak tahun 2019, jauh sebelum penemuan ladang ganja tersebut. Hal ini tertuang dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Nomor: SOP.01/T.8/BIDTEK/BIDTEK.1/KSA4/2019.
"Larangan penggunaan drone di jalur pendakian Gunung Semeru telah berlaku sejak 2019 dan merupakan bagian dari prosedur tetap kami," tegas Rudijanta. Ia menambahkan bahwa narasi yang mengaitkan kedua hal tersebut sama sekali tidak berdasar. Justru sebaliknya, TNBTS memanfaatkan teknologi drone untuk mempermudah proses pencarian dan identifikasi lokasi ladang ganja demi efektivitas penindakan. "Tim kami menggunakan drone untuk memetakan lokasi ladang ganja, sehingga memudahkan akses menuju lokasi dan mempercepat proses penanganan," jelasnya.
Lebih lanjut, Rudijanta menjelaskan alasan di balik kebijakan larangan penggunaan drone bagi pengunjung. Pertimbangan utama adalah keselamatan dan kenyamanan para pendaki. Penerbangan drone di jalur pendakian yang rawan kecelakaan dinilai dapat mengganggu konsentrasi dan keselamatan pendaki. Selain itu, larangan ini juga menghormati aspek kesakralan sejumlah lokasi di kawasan Taman Nasional.
"Kami ingin memastikan para pendaki fokus pada pendakian mereka, tanpa terganggu oleh aktivitas menerbangkan drone yang berpotensi membahayakan," ungkap Rudijanta. Ia menekankan bahwa jalur pendakian di kawasan tersebut memang memiliki tingkat risiko kecelakaan yang cukup tinggi. Oleh karena itu, fokus dan konsentrasi pendaki menjadi hal yang sangat penting.
Terkait kebijakan pendampingan pendaki di Gunung Semeru, dimana setiap kelompok beranggotakan 10 orang wajib didampingi satu pemandu, Rudijanta menjelaskan bahwa kebijakan tersebut telah berlaku sejak 30 Oktober 2024. Kebijakan ini merupakan bagian dari program pemberdayaan masyarakat sekitar kawasan konservasi. Pemandu lokal berperan memberikan informasi dan interpretasi kepada pengunjung, sekaligus membantu menjamin keselamatan dan kenyamanan selama pendakian.
"Kebijakan ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memberdayakan masyarakat di sekitar jalur pendakian, sekaligus meningkatkan kualitas layanan bagi pengunjung," pungkas Rudijanta. Ia berharap langkah-langkah ini dapat menciptakan keseimbangan antara pelestarian alam, kenyamanan pengunjung, dan pemberdayaan masyarakat lokal di sekitar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.
Kesimpulan: Larangan penggunaan drone di TNBTS merupakan kebijakan yang berdiri sendiri dan bertujuan untuk keselamatan serta kenyamanan pengunjung, serta menghormati aspek kesakralan kawasan. Penemuan ladang ganja tidak terkait dengan kebijakan tersebut, dan TNBTS justru memanfaatkan drone untuk membantu proses penindakan.