Revisi UU TNI: Persetujuan DPR RI Mendekati Pengesahan, Dinamika Pembahasan dan Poin-Poin Krusial

Revisi UU TNI: Persetujuan DPR RI Mendekati Pengesahan, Dinamika Pembahasan dan Poin-Poin Krusial

Proses revisi Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI) memasuki babak akhir. Setelah melalui serangkaian rapat dan pembahasan intensif, Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dan pemerintah telah menyepakati untuk melanjutkan pembahasan ke tahap selanjutnya, yaitu rapat paripurna DPR. Rapat paripurna yang dijadwalkan pada 20 Maret 2025 ini akan menentukan nasib revisi UU TNI yang telah menuai pro dan kontra di tengah masyarakat.

Pada rapat Komisi I yang digelar pada 18 Maret 2025, delapan fraksi menyatakan persetujuannya untuk meneruskan RUU TNI ke rapat paripurna. Ketua Komisi I DPR RI, Utut Adianto, menyampaikan hal tersebut setelah seluruh tahapan pembahasan, termasuk rapat dengan stakeholder terkait, dianggap telah terpenuhi. Proses ini meliputi penerimaan Surat Presiden, penugasan dari pimpinan DPR, serta pembahasan yang melibatkan Panglima TNI dan seluruh Kepala Staf Angkatan. Tim perumus dan sinkronisasi juga telah melaporkan hasil kerjanya setelah melakukan penyusunan draf revisi selama beberapa hari sebelumnya. Meskipun revisi ini diiringi protes dari kelompok masyarakat sipil, proses legislasi tetap berjalan sesuai jalur konstitusional.

Dinamika Pembahasan dan Titik Temu:

Sebelum pengambilan keputusan tingkat pertama di Komisi I, terjadi pertemuan tertutup antara Komisi I DPR RI dengan Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan. Pertemuan ini dilakukan sebagai respon terhadap gelombang penolakan publik terhadap revisi UU TNI. Meskipun terdapat tekanan untuk menghentikan pembahasan, Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyatakan telah tercapai titik temu antara DPR dan perwakilan masyarakat sipil. Dasco menekankan pentingnya dialog yang berkelanjutan dalam proses legislasi untuk memastikan aspirasi publik terakomodasi.

Poin-Poin Perubahan yang Signifikan:

Revisi UU TNI mencakup beberapa perubahan penting, antara lain:

  • Perpanjangan Usia Pensiun Prajurit: Revisi mengatur kenaikan usia pensiun bagi prajurit TNI berdasarkan pangkat dan usia. Pensiun untuk bintara dan tamtama dinaikkan menjadi 55 tahun, perwira hingga kolonel menjadi 58 tahun, dan pati dengan masa jabatan yang lebih panjang memiliki usia pensiun yang bervariasi hingga 63 tahun, dengan kemungkinan perpanjangan oleh Presiden.
  • Perluasan Kewenangan TNI: TNI diberikan dua kewenangan baru dalam operasi militer selain perang (OMSP), yaitu membantu menanggulangi ancaman siber dan membantu serta menyelamatkan Warga Negara Indonesia (WNI) dan kepentingan nasional di luar negeri.
  • Penambahan Instansi yang Dapat Diduduki Prajurit Aktif: Jumlah instansi sipil yang dapat diisi oleh prajurit aktif bertambah menjadi 15, dengan penambahan lima instansi baru, yakni Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan, Badan Nasional Penanggulangan Bencana, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Badan Keamanan Laut, dan Kejaksaan Agung.
  • Penyesuaian Pasal 3 Ayat (2): Penambahan frasa “yang berkaitan dengan aspek perencanaan strategis” pada Pasal 3 Ayat (2) yang mengatur kedudukan TNI dalam koordinasi Kementerian Pertahanan.

Usulan yang Ditolak:

Terdapat beberapa usulan pemerintah yang ditolak dalam revisi ini. Salah satunya adalah usulan penambahan tugas TNI untuk membantu menangani masalah penyalahgunaan narkotika. Usulan untuk memasukkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) ke dalam daftar instansi yang dapat diduduki prajurit aktif juga tidak disetujui.

Dengan selesainya pembahasan di Komisi I dan kesepakatan untuk melanjutkan ke rapat paripurna, revisi UU TNI semakin dekat dengan pengesahan. Namun, dinamika politik dan aspirasi publik akan terus menjadi sorotan hingga proses legislasi ini benar-benar rampung.