Kepulangan Dua Astronot NASA Setelah Misi Panjang di ISS: Sambutan Trump dan Polemik Politik

Kepulangan Dua Astronot NASA Setelah Misi Panjang di ISS: Sambutan Trump dan Polemik Politik

Setelah sembilan bulan menjalankan misi di Stasiun Luar Angkasa Internasional (ISS), dua astronot NASA, Barry "Butch" Wilmore dan Sunita "Suni" Williams, telah kembali ke Bumi dengan selamat. Kedatangan mereka pada Selasa malam, 18 Maret 2025, di lepas pantai Florida, menandai berakhirnya misi yang jauh melampaui durasi yang direncanakan, memicu sejumlah polemik politik di Amerika Serikat. Kedua astronot mendarat dengan menggunakan kapsul SpaceX Crew Dragon bernama "Freedom", sebuah akhir yang lega bagi banyak pihak setelah periode ketidakpastian yang panjang.

Presiden AS Donald Trump menyatakan kesiapannya untuk menyambut para pahlawan antariksa ini di Ruang Oval Gedung Putih. Namun, ia menekankan bahwa pertemuan tersebut akan dilakukan setelah kondisi kesehatan Wilmore dan Williams pulih sepenuhnya. Paparan jangka panjang di luar angkasa diketahui berdampak signifikan terhadap kesehatan fisik dan mental para astronot. "Prioritas utama adalah pemulihan kesehatan mereka," ujar Trump kepada awak media sebelum pendaratan, seperti yang dikutip dari New York Times. "Mereka telah melalui pengalaman yang berat dan membutuhkan waktu untuk pulih sebelum bisa menghadiri acara formal." Pernyataan Trump ini menyiratkan kehati-hatian dan kepedulian terhadap kesejahteraan para astronot, di tengah hiruk-pikuk politik yang mewarnai kepulangan mereka.

Namun, kepulangan Wilmore dan Williams tidak lepas dari kontroversi politik. Baik Trump maupun CEO SpaceX, Elon Musk, sebelumnya secara terbuka menyalahkan mantan Presiden Joe Biden atas pemanjangan misi yang tidak terduga. Musk, pada bulan lalu, menyebut keputusan tersebut sebagai "ketidakpedulian politik yang tidak bertanggung jawab." Trump pun turut menggemakan sentimen tersebut, menuduh Biden secara sengaja membiarkan para astronot terdampar di ISS. "Dia akan meninggalkan mereka di luar angkasa," tegas Trump, mengacu pada kebijakan pemerintahan Biden sebelumnya. Tuduhan ini semakin memanas menjelang peluncuran misi penyelamatan, menambah bumbu politik pada misi luar angkasa yang murni ilmiah ini.

Lebih lanjut, terungkap bahwa SpaceX sebenarnya telah meluncurkan kapsul Crew Dragon pada September tahun lalu untuk membawa pulang Wilmore dan Williams. Namun, NASA memutuskan untuk menunda misi tersebut hingga Desember. Penjelasan resmi dari NASA menyebutkan perlunya menunggu kedatangan kendaraan penyelamat lain dari SpaceX yang membawa ilmuwan pengganti. Keputusan ini, yang kini menjadi fokus perdebatan publik, memicu pertanyaan tentang transparansi dan efisiensi koordinasi antar lembaga pemerintah terkait dalam menangani misi luar angkasa yang krusial. Kontroversi ini memperlihatkan bagaimana misi luar angkasa, yang seharusnya menjadi simbol kerja sama dan pencapaian ilmiah, terjerat dalam pusaran dinamika politik di Amerika Serikat.

Peristiwa ini menyorot kompleksitas misi luar angkasa yang tak hanya melibatkan aspek ilmiah dan teknologi, namun juga pertimbangan politik dan diplomasi. Kepulangan Wilmore dan Williams, meskipun membawa sukacita atas keselamatan mereka, juga menyisakan pertanyaan mendalam tentang tata kelola dan transparansi dalam program luar angkasa AS. Ke depan, dibutuhkan evaluasi komprehensif untuk mencegah terulangnya insiden serupa dan memastikan keselamatan para astronot diutamakan di atas pertimbangan politik.