Kelemahan Pengawasan Konservasi Terungkap: 59 Ladang Ganja Ditemukan di TNBTS, DPR Desak Evaluasi Total
Kelemahan Pengawasan di TNBTS Terungkap: 59 Ladang Ganja Ditemukan
Penemuan 59 titik ladang ganja di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) telah menguak kelemahan sistem pengawasan dan pengelolaan kawasan konservasi di taman nasional tersebut. Anggota Komisi IV DPR RI Fraksi PKS, Johan Rosihan, mengecam keras temuan ini dan mendesak Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk melakukan evaluasi menyeluruh dan segera melakukan reformasi sistem pengawasan. Penemuan ini, yang terungkap melalui pemantauan udara menggunakan drone, menunjukkan betapa terbatasnya pengawasan berbasis darat yang selama ini diterapkan di TNBTS.
Johan Rosihan menekankan bahwa keberadaan ladang ganja seluas kurang lebih satu hektar di Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Lumajang, merupakan indikator serius atas kegagalan sistem pengawasan yang ada. Ia mempertanyakan efektivitas patroli dan langkah-langkah pencegahan yang selama ini dijalankan. “Keberadaan ladang ganja seluas itu menunjukkan adanya celah besar dalam sistem pengawasan TNBTS,” tegas Johan dalam keterangan persnya pada Rabu, 19 Maret 2025. Ia menambahkan bahwa penemuan ini bukan hanya sekadar masalah lingkungan, tetapi juga berimplikasi pada penegakan hukum dan keamanan nasional.
Lebih lanjut, Johan menjelaskan perlunya peningkatan kapasitas petugas lapangan dan keterlibatan aktif masyarakat dalam menjaga kawasan konservasi. Ia juga menyoroti pentingnya pemanfaatan teknologi modern, seperti drone dan citra satelit, untuk melakukan pengawasan secara berkala dan efektif. Koordinasi yang lebih erat antara KLHK dengan aparat penegak hukum juga menjadi sangat krusial untuk mencegah penyalahgunaan kawasan hutan lindung untuk kegiatan ilegal seperti penanaman ganja. “Sistem pengawasan yang terintegrasi dan berbasis teknologi merupakan kunci untuk mencegah kejadian serupa di masa mendatang,” ujarnya.
Langkah-langkah yang Diusulkan:
- Evaluasi Menyeluruh: KLHK harus melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem pengawasan dan pengelolaan kawasan konservasi di seluruh taman nasional di Indonesia, bukan hanya di TNBTS. Evaluasi ini harus mencakup aspek patroli, teknologi pemantauan, dan koordinasi antar lembaga.
- Peningkatan Teknologi Pemantauan: Penggunaan drone dan citra satelit harus dimaksimalkan dan diintegrasikan ke dalam sistem pemantauan yang lebih komprehensif. KLHK perlu mengalokasikan sumber daya yang cukup untuk mendukung upaya ini.
- Peningkatan Kapasitas Petugas Lapangan: Pelatihan dan peningkatan kapasitas bagi petugas lapangan dalam mendeteksi dan mencegah kegiatan ilegal di kawasan konservasi sangat diperlukan.
- Keterlibatan Masyarakat: Peningkatan peran serta masyarakat dalam pengawasan dan pelaporan kegiatan ilegal di kawasan konservasi harus ditingkatkan melalui program edukasi dan pemberdayaan masyarakat.
- Penegakan Hukum yang Tegas: Pelaku penanaman ganja harus ditindak tegas sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan. Hal ini penting untuk memberikan efek jera dan mencegah terulangnya kejadian serupa.
Sidang di Pengadilan Negeri Lumajang terkait kasus penemuan ladang ganja ini telah digelar dengan menghadirkan saksi dari TNBTS, termasuk Kepala Resor Senduro, Yunus, Polisi Hutan Untung, dan staf Balai Besar TNBTS, Edwy. Ketiga saksi memberikan keterangan secara daring terkait 59 titik ladang ganja yang tersebar di area seluas kurang lebih satu hektar tersebut. Kepala Bidang Wilayah II TNBTS, Decky Hendra, mengkonfirmasi informasi tersebut.
Komisi IV DPR RI menyatakan akan terus mengawasi perkembangan kasus ini dan memastikan bahwa KLHK menjalankan rekomendasi yang telah diajukan untuk memperbaiki sistem pengawasan dan pengelolaan kawasan konservasi di TNBTS dan seluruh Indonesia.