Kebijakan Buyback Tanpa RUPS: Upaya Menstabilkan IHSG yang Tertekan
Kebijakan Buyback Tanpa RUPS: Upaya Menstabilkan IHSG yang Tertekan
Penurunan signifikan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) sejak September 2024 telah mendorong Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk mengeluarkan kebijakan baru yang memungkinkan emiten melakukan buyback saham tanpa melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Langkah ini bertujuan untuk menstabilkan pasar saham yang tengah mengalami fluktuasi tajam dan mencegah penurunan IHSG yang semakin dalam. Kebijakan ini diharapkan mampu memberikan suntikan kepercayaan kepada investor dan mengurangi tekanan jual yang masif. Namun, seberapa efektif kebijakan ini dalam mendorong pemulihan IHSG menjadi pertanyaan yang perlu dikaji lebih lanjut.
Budi Frensidy, Guru Besar Fakultas Ekonomi Bisnis Universitas Indonesia (UI) dan pengamat sektor keuangan, memberikan pandangannya terkait efektivitas kebijakan buyback ini. Ia menjelaskan bahwa meskipun kebijakan ini memberikan sinyal positif terkait likuiditas perusahaan dan komitmen manajemen dalam menjaga harga saham, dampaknya terhadap pemulihan IHSG tidak akan terlihat secara instan. "Kebijakan ini membutuhkan waktu, bahkan mungkin hingga beberapa bulan, untuk memberikan dampak yang signifikan terhadap kenaikan IHSG," ujar Budi. Menurutnya, buyback menunjukkan bahwa manajemen emiten memiliki kas yang cukup dan percaya bahwa harga saham saat ini undervalue. Akan tetapi, perlu strategi yang lebih komprehensif untuk mengangkat IHSG kembali ke level awal tahun.
Budi juga menekankan peran penting pemegang saham pengendali (PSP) dalam menstabilkan pasar. Aksi beli saham yang agresif oleh PSP atau market maker dengan dana yang cukup besar, dinilai mampu memberikan dampak yang lebih cepat dan signifikan dalam menahan penurunan IHSG. Hal ini karena kekuatan finansial PSP dapat memberikan pengaruh yang lebih kuat dibandingkan dengan kebijakan buyback yang dilakukan secara bertahap oleh emiten. Oleh karena itu, sinergi antara kebijakan buyback dan intervensi PSP sangat diperlukan untuk menciptakan stabilitas pasar.
Sebagai informasi, tekanan di pasar saham Indonesia telah berlangsung cukup lama. Sejak 19 September 2024, IHSG telah mengalami penurunan hingga 1.682 poin atau minus 21,28 persen (per 18 Maret 2025) dari titik tertingginya. Pada Selasa, 18 Maret 2025, Bursa Efek Indonesia (BEI) bahkan sempat memberlakukan trading halt sementara setelah IHSG merosot hingga 5 persen. Meskipun perdagangan kembali dibuka beberapa jam kemudian, pergerakan IHSG masih menunjukkan volatilitas yang tinggi, menandakan bahwa upaya stabilisasi pasar masih memerlukan langkah-langkah yang lebih terukur dan terintegrasi.
Ke depan, efektivitas kebijakan buyback tanpa RUPS perlu terus dipantau dan dievaluasi. Apakah kebijakan ini cukup untuk mendorong pemulihan IHSG atau diperlukan regulasi tambahan untuk menciptakan iklim investasi yang lebih kondusif, menjadi tantangan bagi regulator dan pelaku pasar.
Berikut poin-poin penting terkait kebijakan buyback dan dampaknya terhadap IHSG:
- OJK mengeluarkan kebijakan buyback tanpa RUPS untuk menstabilkan IHSG.
- Buyback memberikan sinyal positif terkait likuiditas dan komitmen manajemen.
- Dampak buyback terhadap IHSG tidak instan dan membutuhkan waktu.
- Peran PSP dan market maker sangat penting dalam menstabilkan pasar.
- IHSG mengalami penurunan signifikan sejak September 2024.
- Trading halt sempat diberlakukan di BEI pada 18 Maret 2025.
- Efektivitas kebijakan buyback perlu terus dipantau dan dievaluasi.