Kebuntuan Gencatan Senjata Gaza: UE Kecam Penolakan Hamas, Israel Perketat Blokade

Kebuntuan Gencatan Senjata Gaza: UE Kecam Penolakan Hamas, Israel Perketat Blokade

Uni Eropa (UE) melontarkan kecaman keras terhadap penolakan Hamas atas usulan perpanjangan gencatan senjata di Jalur Gaza. Sikap Hamas tersebut dinilai UE sebagai tindakan yang berpotensi memicu kembali konflik bersenjata dengan Israel. Juru Bicara Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan UE, Anouar El Anouni, dalam pernyataan resmi yang dirilis Senin (3/3/2025), menyerukan dimulainya kembali negosiasi untuk tahap kedua gencatan senjata dan menegaskan dukungan penuh UE terhadap para mediator yang terlibat. UE menekankan pentingnya komitmen semua pihak untuk mencapai solusi damai dan berkelanjutan. Keengganan Hamas untuk memperpanjang masa gencatan senjata, yang berakhir pada 1 Maret 2025, menimbulkan kekhawatiran akan peningkatan eskalasi konflik di wilayah tersebut.

Langkah tegas diambil Israel sebagai respon atas penolakan Hamas. Israel mengumumkan penghentian total pasokan barang dan bantuan kemanusiaan ke Jalur Gaza. Keputusan ini, yang diumumkan pada Minggu (2/3/2025), bertujuan untuk menekan Hamas agar menerima proposal perpanjangan gencatan senjata yang diajukan Amerika Serikat (AS). Meskipun otoritas Israel enggan merinci secara spesifik kebijakan tersebut, peringatan keras dilontarkan mengenai 'konsekuensi tambahan' jika Hamas tetap menolak proposal AS. Tidak dijelaskan secara gamblang apakah penghentian pasokan bersifat total atau hanya sebagian. Hal ini menimbulkan kekhawatiran akan dampak kemanusiaan yang signifikan bagi penduduk Gaza yang telah menderita akibat konflik berkepanjangan.

Proposal perpanjangan gencatan senjata tahap pertama hingga pertengahan April 2025, yang diajukan AS melalui utusan Timur Tengah Steve Witkoff, menawarkan peluang untuk meredakan ketegangan. Israel mengklaim proposal tersebut meliputi pembebasan bertahap sandera Israel, dengan setengahnya dibebaskan pada hari pertama perpanjangan gencatan senjata dan sisanya dibebaskan ketika kesepakatan gencatan senjata permanen tercapai. Namun, Hamas hingga saat ini belum memberikan respon resmi terhadap proposal tersebut. Keheningan dari AS, Mesir, dan Qatar – negara-negara yang selama ini berperan sebagai mediator – menambah ketidakpastian situasi.

Sementara itu, Hamas tetap bersikukuh pada tuntutannya agar Israel segera memulai negosiasi untuk tahap kedua gencatan senjata, sebagai langkah menuju gencatan senjata permanen. Mahmoud Mardawi, pemimpin Hamas, menegaskan bahwa penyelesaian perjanjian gencatan senjata, dimulai dari tahap kedua, adalah satu-satunya cara untuk mencapai stabilitas di kawasan dan memfasilitasi pembebasan tahanan. Pernyataan ini menunjukkan ketidaksepahaman mendasar antara Hamas dan Israel mengenai langkah-langkah yang diperlukan untuk mencapai perdamaian berkelanjutan. UE, dalam konteks ini, menggarisbawahi pentingnya tanggung jawab politik semua pihak untuk memastikan terwujudnya gencatan senjata permanen di Gaza, yang akan memungkinkan pembebasan seluruh sandera Israel dan menciptakan kondisi yang kondusif bagi pemulihan dan rekonstruksi Gaza. Namun, UE juga menyerukan Hamas untuk menjalankan tanggung jawabnya dalam menjaga stabilitas politik di wilayah tersebut.

Situasi di Gaza tetap rawan dan penuh ketidakpastian. Kebuntuan negosiasi gencatan senjata, dikombinasikan dengan blokade yang diberlakukan Israel, menimbulkan kekhawatiran akan dampak kemanusiaan yang semakin memburuk dan potensi peningkatan eskalasi konflik. Peran aktif dari komunitas internasional, khususnya mediator-mediator kunci, sangat krusial dalam mencari solusi damai dan berkelanjutan untuk mengakhiri krisis di Gaza.