Banjir Jakarta Uji Kinerja Pramono-Rano: Tantangan Awal Kepemimpinan di Ibu Kota

Banjir Jakarta Uji Kinerja Pramono-Rano: Tantangan Awal Kepemimpinan di Ibu Kota

Belum genap sebulan menjabat sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung dan Rano Karno menghadapi ujian nyata kepemimpinan mereka: banjir yang melanda sejumlah wilayah di Jakarta. Hujan deras yang mengguyur ibu kota sejak Senin, 3 Maret 2025 hingga Selasa pagi mengakibatkan 28 RT terendam banjir, berdasarkan data Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) DKI Jakarta. Wilayah Jakarta Selatan dan Jakarta Timur menjadi yang terparah, dengan ketinggian air bervariasi antara 30 hingga 120 sentimeter. Luapan Kali Ciliwung berkontribusi signifikan terhadap genangan, khususnya di kawasan Kebon Baru, Jakarta Selatan. Kejadian ini langsung menguji janji-janji Pramono Anung yang sebelumnya telah menyatakan komitmennya untuk mengatasi permasalahan banjir yang kronis di Jakarta.

Sebelum menjabat, Pramono Anung telah menyampaikan rencananya untuk memperbaiki sistem pengendalian banjir yang dianggapnya masih memiliki banyak kekurangan. Ia mengakui adanya kendala dan batasan kewenangan sebagai Penjabat Gubernur, namun tetap menegaskan tekadnya untuk berbenah. Banjir yang kembali terjadi dalam waktu singkat setelah pelantikannya menjadi tantangan signifikan bagi kepemimpinannya. Meskipun Pramono Anung telah turun langsung ke lapangan saat banjir melanda Jakarta pada perayaan Imlek lalu, dan menekankan pentingnya peningkatan kapasitas serapan air serta perbaikan drainase, realitas di lapangan menunjukkan bahwa banjir masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Strategi yang diusung, yang tampaknya mengadopsi pendekatan serupa dengan kepemimpinan sebelumnya, belum mampu mencegah terulangnya bencana banjir dalam waktu dekat. Pertanyaan besarnya adalah: seberapa efektifkah strategi yang diterapkan untuk mengatasi masalah banjir yang berulang setiap tahun?

Penanganan banjir, menurut Pramono Anung, memerlukan kolaborasi yang intensif antar berbagai pihak. Dalam jangka pendek, koordinasi dengan lembaga-lembaga yang berpengalaman dalam mitigasi bencana menjadi kunci. Namun, kerja sama antar lembaga bukanlah jaminan keberhasilan instan. Tantangan yang lebih fundamental, seperti sedimentasi sungai, sistem drainase yang belum optimal, dan keberlanjutan kebijakan, masih perlu ditangani secara komprehensif. Proyek jangka panjang seperti Giant Mangrove Sea Wall, yang membutuhkan kerja sama dengan pemerintah pusat, diharapkan dapat memberikan solusi jangka panjang. Proyek ini bertujuan untuk mengendalikan banjir rob di pesisir Jakarta dan menjaga permukaan air tanah. Akan tetapi, realisasi proyek ini membutuhkan waktu bertahun-tahun, sementara ancaman banjir tetap mengintai setiap musim hujan tiba. Keberhasilan Pramono Anung dan Rano Karno dalam mengatasi permasalahan banjir ini akan menjadi penentu awal keberhasilan kepemimpinan mereka di Jakarta.

Daftar poin penting yang perlu penanganan segera:

  • Peningkatan kapasitas serapan air: Perlu solusi konkret untuk meningkatkan kapasitas resapan air di Jakarta guna mengurangi genangan.
  • Perbaikan sistem drainase: Sistem drainase yang optimal sangat penting untuk mencegah genangan air hujan.
  • Pengendalian sedimentasi sungai: Sedimentasi sungai menyebabkan penyempitan aliran dan memperparah banjir.
  • Kolaborasi antar lembaga: Kerja sama yang efektif antar berbagai instansi pemerintahan dan lembaga terkait menjadi krusial.
  • Keberlanjutan kebijakan: Kebijakan penanggulangan banjir harus konsisten dan berkelanjutan untuk mendapatkan hasil yang optimal.
  • Implementasi Proyek Giant Mangrove Sea Wall: Penting untuk mempercepat implementasi proyek ini untuk solusi jangka panjang.