Wacana Penjara Pulau Terpencil: Solusi Mengatasi Overkapasitas Lapas dan Perbaikan Tata Kelola Pemasyarakatan
Wacana Penjara Pulau Terpencil: Solusi Mengatasi Overkapasitas Lapas dan Perbaikan Tata Kelola Pemasyarakatan
Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, memberikan respon positif terhadap usulan Presiden Prabowo Subianto mengenai pembangunan penjara khusus koruptor di pulau terpencil. Namun, Aditya menyarankan perluasan konsep ini untuk menampung narapidana kasus lain, guna mengatasi masalah overkapasitas yang kronis di lembaga pemasyarakatan (Lapas) di seluruh Indonesia. Kondisi overkapasitas Lapas saat ini telah mencapai lebih dari 100 persen, dengan total 525 lokasi Lapas dan Rumah Tahanan (Rutan) yang tersebar di 33 Kanwil Pemasyarakatan. Hal ini menunjukkan urgensi solusi jangka panjang untuk mengatasi persoalan tersebut.
Angka narapidana kasus korupsi, yang mencapai 5.196 orang, memang signifikan, namun jumlah ini masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan narapidana kasus lain yang mencapai 122.186 orang. Oleh karena itu, Aditya menekankan bahwa gagasan Presiden Prabowo tidak hanya sebatas solusi untuk penempatan narapidana korupsi, tetapi juga sebagai bagian dari strategi yang lebih luas untuk meningkatkan tata kelola dan manajemen Lapas secara menyeluruh. Ia mencontohkan potensi pembangunan Lapas baru di pulau-pulau kecil di berbagai wilayah Indonesia, seperti Aceh (363 pulau kecil), Sumatera Utara (229 pulau), dan pulau-pulau di Lampung, Nusa Tenggara Barat, dan daerah lainnya.
Lebih lanjut, Aditya mendesak kementerian terkait untuk segera melakukan studi kelayakan dan kajian komprehensif atas usulan Presiden Prabowo. Sebagai usulan yang berasal dari Presiden, kementerian terkait memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan kajian mendalam yang terintegrasi dan terencana dengan baik. Kajian tersebut perlu mempertimbangkan aspek teknis, anggaran, hukum, hak asasi manusia (HAM), dan dampak lingkungan.
Usulan pembangunan penjara di pulau terpencil ini sebelumnya dilontarkan Presiden Prabowo dalam acara peresmian mekanisme baru penyaluran tunjangan ASN di Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah pada 13 Maret 2025. Presiden Prabowo menekankan komitmennya dalam memberantas korupsi, menyatakan bahwa korupsi merupakan penyebab utama kemiskinan suatu bangsa dan tidak akan segan menghadapi para koruptor. Ia berjanji akan membangun penjara yang kokoh dan aman di lokasi terpencil untuk mencegah pelarian narapidana, menegaskan keseriusannya dalam memerangi korupsi. Pernyataan Presiden Prabowo ini disambut dengan antusiasme dan diharapkan dapat menjadi langkah nyata dalam mengatasi permasalahan korupsi dan overkapasitas Lapas di Indonesia.
Langkah konkret yang perlu dilakukan pemerintah selanjutnya adalah melakukan kajian komprehensif, termasuk studi kelayakan dan analisis dampak lingkungan. Kajian ini perlu melibatkan berbagai pakar dan pemangku kepentingan, agar solusi yang ditawarkan benar-benar efektif, berkelanjutan, dan memperhatikan aspek HAM. Selain itu, perencanaan yang matang dan terintegrasi sangat krusial untuk memastikan keberhasilan implementasi program ini.
Pemerintah juga perlu mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi masyarakat sekitar lokasi pembangunan Lapas baru. Program pemberdayaan masyarakat dan peningkatan kesejahteraan penduduk setempat sangat penting untuk meminimalkan potensi konflik dan dampak negatif lainnya. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran dan pelaksanaan proyek ini juga menjadi kunci keberhasilan.
Kesimpulannya, wacana pembangunan penjara di pulau terpencil merupakan solusi yang potensial untuk mengatasi permasalahan overkapasitas Lapas dan memperkuat komitmen pemberantasan korupsi. Namun, implementasinya harus dilakukan secara terencana, matang, dan memperhatikan berbagai aspek penting, termasuk aspek hukum, HAM, lingkungan, dan sosial ekonomi masyarakat sekitar.